Untuk mengalami misi Kristus seperti yang dialami oleh umat Kristiani perdana, kita semua harus bertekun dalam ‘pengajaran para rasul’ (Kis 2:42). Pengajaran para rasul dimaksud sekarang terdapat dalam Perjanjian Baru dan pelbagai dokumen dari Gereja yang mengajar. Kita sepatutnya bersyukur kepada Allah bahwa sejak beberapa dasawarsa yang lalu sudah cukup banyak program Gereja yang bersumber pada Kitab Suci, sehingga dengan demikian kita dapat mengalami Kristus lewat kuat-kuasa sabda-Nya. AD OFS menyatakan,
EVANGELISASI DAN FRANSISKAN AWAM [3]
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Catatan: Tulisan ini diambil dari majalah PeranTau XII, No.5-6, September-Desember 1999. Untuk kenyamanan para pembaca situs OFS INDONESIA ini, tulisan aslinya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian bacaan bersambung.
Mengikuti Jejak Kristus Sang Nabi
Ini berarti pewartaan dan pengajaran. Seperti telah kita ketahui, Yesus mendelegasiikan kepada Gereja misi pewartaan Injil-Nya dan misi mengajar kepada semua bangsa (Mrk 16:15; Mat 28:18-20).
Untuk mengalami misi Kristus seperti yang dialami oleh umat Kristiani perdana, kita semua harus bertekun dalam ‘pengajaran para rasul’ (Kis 2:42). Pengajaran para rasul dimaksud sekarang terdapat dalam Perjanjian Baru dan pelbagai dokumen dari Gereja yang mengajar. Kita sepatutnya bersyukur kepada Allah bahwa sejak beberapa dasawarsa yang lalu sudah cukup banyak program Gereja yang bersumber pada Kitab Suci, sehingga dengan demikian kita dapat mengalami Kristus lewat kuat-kuasa sabda-Nya. AD OFS menyatakan, “..... hendaklah kamu Awam Fransiskan tekun membaca Injil, sambil beralih dari Injil kepada hidup yang nyata dan dari hidup yang nyata kepada Injil” (Pasal 2 Artikel 4; bdk. Dekrit Apostolicam Actuositatem [AA] tentang Kerasulan Awam, 30).
Setiap tugas pelayanan sabda yang kita lakukan – sebagai lektor, katekis, pewarta mimbar awam, pelbagai tugas pemuka umat lainnya – seharusnya berakar pada Kitab Suci, teristimewa keempat Injil. Dengan demikian kita akan mampu dengan lebih efektif “mewartakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya” (EN, 17).
Akan tetapi, sebagai orang Katolik kita percaya bahwa misi kenabian juga dilaksanakan melalui Tradisi Suci Gereja. Konsili-konsili dan pelbagai dokumen Gereja sungguh penting bagi kita semua sebagai pelengkap dari sabda Allah yang tertulis. Demikian pula dengan hidup para kudus yang merupakan suatu bagian penting dari tradisi, karena para kudus itu telah menunjukkan cara mereka mengikuti jejak Kristus Sang Nabi dengan begitu indahnya. Khusus bagi anggota keluarga Fransiskan, cerita-cerita tentang ratusan santo-santa, beato-beata anak-anak Fransiskus dan Klara – di samping keberadaan begitu banyaknya tulisan-tulisan tentang Fransiskus dan Klara sendiri – cukup tersedia sebagai sumber. Semua ini belum memperhitungkan mereka yang belum diresmikan oleh Gereja sebagai orang kudus. Menurut sebuah sumber, selama abad ke-20 ini OFM saja telah mempersembahkan 400 orang martirnya bagi kemuliaan Allah. Provinsi FMM di Tiongkok/Hongkong saja sampai sekarang masih memiliki puluhan ‘martir-hidup’ yang selama puluhan tahun mendekap dalam tahanan pemerintahan komunis Cina dan banyak menderita karena mengalami penganiayaan luar biasa. Sejak abad ke-13 para Fransiskan sekular juga telah menyumbangkan para santo-santa dan beato-beatanya kepada Gereja, yang jumlah keseluruhannya sampai saat ini sudah lebih dari seratus orang. Mereka berasal dari lapisan masyarakat yang berbeda-beda dan juga dari pelbagai negara dan bangsa, termasuk puluhan orang yang berkebangsaan Jepang dan Cina. Ada yang mengatakan ‘spiritualitas Fransiskan’ lebih-lebih merupakan ‘story spirituality’, yaitu spiritualitas lewat proses mempelajari cerita-cerita tentang kehidupan Bapak Fransiskus, Klara dan para kudus Fransiskan lainnya, tentunya termasuk mempelajari tulisan-tulisan mereka. Mereka semua pada dasarnya adalah para nabi dan nabiah pada zaman mereka masing-masing. Dengan secara tekun mempelajari hidup para kudus tersebut, kita pun – Insya Allah – akan menjadi nabi atau nabiah bagi zaman ini.
Mengikuti Jejak Kristus Sang Raja
Ini dilakukan dengan melayani setiap orang sebagai saudara atau saudari dan membentuk semua orang ke dalam sebuah komunitas. Mengikuti jejak Kristus Sang Raja pada dasarnya berarti memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik dasar setiap orang yang membutuhkan – termasuk musuh-musuh kita. Pelbagai kegiatan pelayanan dengan segala macam bentuknya telah dilakukan oleh banyak paroki yang saya ketahui, dari kegiatan ‘normal’ Seksi Sosial, pasar murah bulanan sampai dengan keterlibatan dalam pembagian sembako dan pembentukan posko-posko.
Keluarga sebagai ‘gereja domestik’ harus juga ‘bersemangat pelayanan’. Pada salah satu kesempatan Paus Yohanes Paulus II meminta semua keluarga dan paroki untuk “tidak memandang ke dalam”, tetapi untuk “mencapai juga mereka yang membutuhkan.” Teristimewa “kepada para saudara dan saudari dalam iman yang telah tersisihkan karena kemasabodohan atau mereka yang telah diljukai dengan salah satu cara.” Sri Paus juga suka menggemakan apa yang telah dikatakan oleh pendahulunya, Paus Paulus VI, mengenai keluarga yang harus merupakan “suatu tempat di mana Injil diteruskan dan dari mana Injil bercahaya. Di dalam suatu keluarga yang sadar akan perutusan tadi, semua anggota melakukan evangelisasi dan menerima evangelisasi. Orangtua tidak hanya mengkomunikasikan Injil kepada anak-anak mereka, tapi dari anak-anak mereka orangtua sendiri dapat menerima Injil yang sama, seperti yang dihayati secara mendalam oleh mereka” (EN, 71; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Familiaris Consortio tentang Keluarga, 52).
Mengikuti jejak Kristus Sang Raja berarti mengikuti kesaksian hidup-Nya akan persaudaraan dan persahabatan. “.... Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Para Fransiskan sekular bersama-sama dengan semua orang yang berkehendak baik, terpanggil untuk membangun dunia yang lebih bersaudara dan lebih Injili sehingga Kerajaan Allah terwujud (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 14). Rasa persaudaraan membuat para Fransiskan sekular bergembira dan bersedia menyamakan diri mereka dengan semua orang, terutama dengan orang-orang yang paling kecil (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 13; bdk. Mat 25:31-46).
Beberapa catatan mengenai evangelisasi para awam Fransiskan
Karena panggilan khusus mereka di tengah-tengah dunia, bentuk evangelisasi para awam juga bersifat khusus. “Tugas mereka adalah untuk menggunakan setiap kemungkinan Kristiani dan penginjilan yang tersembunyi tetapi sudah ada dan aktif dalam urusan-urusan dunia. Bidang evangelisasi mereka ialah dunia politik yang luas dan kompleks, bidang kemasyarakatan dan ekonomi, tapi juga dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan seni, kehidupan internasional, bidang media massa. Juga mencakup kenyataan lain yang terbuka bagi evangelisasi, seperti misalnya cintakasih manusiawi, keluarga, pendidikan anak-anak dan kaum remaja, kerja profesional, penderitaan” (lihat EN, 70).
Para awam memang tidak dipanggil untuk menjadi seperti imam atau para religius lainnya. Hidup spiritual dan hidup kerasulan para awam berbeda. Para awam dipanggil untuk menjadi lebih-lebih seperti Kristus dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab mereka, sesuai dengan keadaan masing-masing di dunia ini (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 10; bdk. LG, 41). Namun menurut Paus Yohanes Paulus II semua kaum awam merupakan misionaris (utusan Kristus, pengemban misi Kristus) berdasarkan baptisan (lihat Ensiklik Redemptorist Missio [RM] tentang Amanat Misioner Gereja, 71-72). Dalam ensikliknya ini Sri Paus mengatakan perlunya semua kaum beriman ikut ambil bagian dalam tanggung jawab ini, bukan sekedar suatu usaha untuk lebih mengefektifkan kerasulan saja, tetapi justru karena ini adalah hak dan kewajiban yang dilandaskan pada martabat baptisan mereka. Melalui baptisan itu “kaum awam beriman berpartisipasi, demi bagian mereka, di dalam perutusan rangkap tiga dari Kristus selaku imam, nabi, dan raja” (RM, 71; bdk. CFL, 14).
Jelas di sini para awam mendapat tempat dalam hal evangelisasi. Bagaimana dengan para Fransiskan awam? Hal-hal apa sajakah yang dapat mencirikan atau menggaris-bawahi evangelisasi yang dilakukan oleh para Fransiskan sekular, hal-hal yang mencerminkan adanya nuansa perbedaan meski dalam kesatuan gerak bersama para awam lainnya? Untuk itu kita harus kembali berpaling kepada Bapak Serafik kita sebagai sumber, baik melalui tulisan-tulisan mengenai dirinya maupun tulisan-tulisannya sendiri, kemudian membuat beberapa catatan yang kiranya dapat digunakan sebagai pegangan bagi usaha evangelisasi para Fransiskan sekular. Fransiskus sendiri adalah seorang saksi sejati dari hidup Injili yang radikal dan kita nota bene adalah para anak rohaninya. Catatan berikut ini bukanlah sebuah daftar yang lengkap dan komprehensif karena kekayaan rohani Bapak Serafik kita tidak mungkinlah untuk dipadatkan dalam beberapa catatan singkat sebagai hasil permenungan pada saat tertentu saja.
1. Pada zamannya, ketika ajaran Injil pada umumnya di mana-mana mengalami banyak kemunduran karena perbuatan-perbuatan insani. Fransiskus diutus Allah untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran di mana-mana seturut teladan para Rasul (lihat 1Cel 89).
2. Roh yang tinggal di dalam lubuk hatinya, bersedia, berserah, dan berkobar-kobar untuk menaburkan benih sabda Allah. Ia memenuhi seluruh bumi dengan Injil Kristus, sehingga dia dalam tempo satu hari sering mengunjungi empat atau lima kampung atau malahan kota, seraya mewartakan kabar gembira kerajaan Allah di tiap-tiap tempat; dan dengan membuat seluruh tubuhnya menjadi lidah, ia membina para pendengarnya tidak kurang dengan teladan daripada dengan perkataan (lihat 1Cel 97).
3. Dengan kehangatan jiwa yang besar dan dengan perasaan sukacita dia mulai mewartakan pertobatan kepada semua orang; dengan perkataan yang sederhana tetapi dengan hati yang luhur ia membina para pendengarnya. Perkataannya bagaikan api yang membakar, menembus sampai ke lubuk hati dan memenuhi segala budi dengan ketakjuban (lihat 1Cel 23).
4. Kelihatannya memang Allah membangkitkan keluarga Fransiskan sebagai para penginjil: “untuk mewartakan dan memuji-muji Allah” (lihat Legenda Perugia, 43).
5. Fransiskus ‘menemukan’ panggilannya dengan jelas ketika imam di gereja menjelaskan kepadanya ayat-ayat Injil tentang ‘pengutusan para murid oleh Yesus’ dan serta-merta dilakukannya semua dengan gembira. Ia bukan pendengar Injil yang tuli, melainkan berusaha menepati segala apa yang didengarnya dengan cermat secara harafiah (lihat 1 Cel 22).
6. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama dalam sejarah yang memasukkan catatan mengenai misi kepada saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain (lihat AngTBul XVI).
7. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama yang pergi sendiri ke tengah-tengah saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain (lihat LegMaj IX:8).
8. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama yang mengutus para pengikutnya ke tengah-tengah saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain, meskipun ditentang oleh Kardinal Hugolino sebagai pelindung Ordo (Speculum Perfectionis/ Cermin Kesempurnaan, 65).
9. Keprihatinan Fransiskus yang utama adalah untuk mengajar para saudaranya terlebih-lebih dengan tindakan-tindakannya daripada dengan kata-kata, perihal apa yang harus mereka lakukan dan apa yang harus mereka hindari (lihat Legenda Perugia, 85).
10. Ketika para saudaranya mengeluh karena tidak diperkenankan berkhotbah oleh uskup-uskup setempat ke mana mereka diutus, Fransiskus menjawab dengan penuh semangat, “Kamu sekalian, para saudara dina, tidak tahu kehendak Allah dan kamu sekalian tidak memperkenankan aku mempertobatkan seluruh dunia sesuati dengan kehendak Allah. Kamu harus pertama-tama mempertobatkan para prelat itu dengan kerendahan hatimu dan ketaatanmu yang penuh hormat kepada mereka. Apabila mereka melihat hidup kudusmu dan ketaatanmu yang penuh hormat kepada mereka, mereka sendiri akan meminta kamu untuk berkhotbah dan mempertobatkan orang-orang” (Legenda Perugia, 115).
(Bersambung)
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Catatan: Tulisan ini diambil dari majalah PeranTau XII, No.5-6, September-Desember 1999. Untuk kenyamanan para pembaca situs OFS INDONESIA ini, tulisan aslinya dibagi-bagi menjadi beberapa bagian bacaan bersambung.
Mengikuti Jejak Kristus Sang Nabi
Ini berarti pewartaan dan pengajaran. Seperti telah kita ketahui, Yesus mendelegasiikan kepada Gereja misi pewartaan Injil-Nya dan misi mengajar kepada semua bangsa (Mrk 16:15; Mat 28:18-20).
Untuk mengalami misi Kristus seperti yang dialami oleh umat Kristiani perdana, kita semua harus bertekun dalam ‘pengajaran para rasul’ (Kis 2:42). Pengajaran para rasul dimaksud sekarang terdapat dalam Perjanjian Baru dan pelbagai dokumen dari Gereja yang mengajar. Kita sepatutnya bersyukur kepada Allah bahwa sejak beberapa dasawarsa yang lalu sudah cukup banyak program Gereja yang bersumber pada Kitab Suci, sehingga dengan demikian kita dapat mengalami Kristus lewat kuat-kuasa sabda-Nya. AD OFS menyatakan, “..... hendaklah kamu Awam Fransiskan tekun membaca Injil, sambil beralih dari Injil kepada hidup yang nyata dan dari hidup yang nyata kepada Injil” (Pasal 2 Artikel 4; bdk. Dekrit Apostolicam Actuositatem [AA] tentang Kerasulan Awam, 30).
Setiap tugas pelayanan sabda yang kita lakukan – sebagai lektor, katekis, pewarta mimbar awam, pelbagai tugas pemuka umat lainnya – seharusnya berakar pada Kitab Suci, teristimewa keempat Injil. Dengan demikian kita akan mampu dengan lebih efektif “mewartakan Kristus kepada mereka yang belum mengenal-Nya” (EN, 17).
Akan tetapi, sebagai orang Katolik kita percaya bahwa misi kenabian juga dilaksanakan melalui Tradisi Suci Gereja. Konsili-konsili dan pelbagai dokumen Gereja sungguh penting bagi kita semua sebagai pelengkap dari sabda Allah yang tertulis. Demikian pula dengan hidup para kudus yang merupakan suatu bagian penting dari tradisi, karena para kudus itu telah menunjukkan cara mereka mengikuti jejak Kristus Sang Nabi dengan begitu indahnya. Khusus bagi anggota keluarga Fransiskan, cerita-cerita tentang ratusan santo-santa, beato-beata anak-anak Fransiskus dan Klara – di samping keberadaan begitu banyaknya tulisan-tulisan tentang Fransiskus dan Klara sendiri – cukup tersedia sebagai sumber. Semua ini belum memperhitungkan mereka yang belum diresmikan oleh Gereja sebagai orang kudus. Menurut sebuah sumber, selama abad ke-20 ini OFM saja telah mempersembahkan 400 orang martirnya bagi kemuliaan Allah. Provinsi FMM di Tiongkok/Hongkong saja sampai sekarang masih memiliki puluhan ‘martir-hidup’ yang selama puluhan tahun mendekap dalam tahanan pemerintahan komunis Cina dan banyak menderita karena mengalami penganiayaan luar biasa. Sejak abad ke-13 para Fransiskan sekular juga telah menyumbangkan para santo-santa dan beato-beatanya kepada Gereja, yang jumlah keseluruhannya sampai saat ini sudah lebih dari seratus orang. Mereka berasal dari lapisan masyarakat yang berbeda-beda dan juga dari pelbagai negara dan bangsa, termasuk puluhan orang yang berkebangsaan Jepang dan Cina. Ada yang mengatakan ‘spiritualitas Fransiskan’ lebih-lebih merupakan ‘story spirituality’, yaitu spiritualitas lewat proses mempelajari cerita-cerita tentang kehidupan Bapak Fransiskus, Klara dan para kudus Fransiskan lainnya, tentunya termasuk mempelajari tulisan-tulisan mereka. Mereka semua pada dasarnya adalah para nabi dan nabiah pada zaman mereka masing-masing. Dengan secara tekun mempelajari hidup para kudus tersebut, kita pun – Insya Allah – akan menjadi nabi atau nabiah bagi zaman ini.
Mengikuti Jejak Kristus Sang Raja
Ini dilakukan dengan melayani setiap orang sebagai saudara atau saudari dan membentuk semua orang ke dalam sebuah komunitas. Mengikuti jejak Kristus Sang Raja pada dasarnya berarti memperhatikan kebutuhan-kebutuhan fisik dasar setiap orang yang membutuhkan – termasuk musuh-musuh kita. Pelbagai kegiatan pelayanan dengan segala macam bentuknya telah dilakukan oleh banyak paroki yang saya ketahui, dari kegiatan ‘normal’ Seksi Sosial, pasar murah bulanan sampai dengan keterlibatan dalam pembagian sembako dan pembentukan posko-posko.
Keluarga sebagai ‘gereja domestik’ harus juga ‘bersemangat pelayanan’. Pada salah satu kesempatan Paus Yohanes Paulus II meminta semua keluarga dan paroki untuk “tidak memandang ke dalam”, tetapi untuk “mencapai juga mereka yang membutuhkan.” Teristimewa “kepada para saudara dan saudari dalam iman yang telah tersisihkan karena kemasabodohan atau mereka yang telah diljukai dengan salah satu cara.” Sri Paus juga suka menggemakan apa yang telah dikatakan oleh pendahulunya, Paus Paulus VI, mengenai keluarga yang harus merupakan “suatu tempat di mana Injil diteruskan dan dari mana Injil bercahaya. Di dalam suatu keluarga yang sadar akan perutusan tadi, semua anggota melakukan evangelisasi dan menerima evangelisasi. Orangtua tidak hanya mengkomunikasikan Injil kepada anak-anak mereka, tapi dari anak-anak mereka orangtua sendiri dapat menerima Injil yang sama, seperti yang dihayati secara mendalam oleh mereka” (EN, 71; bdk. Paus Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik Familiaris Consortio tentang Keluarga, 52).
Mengikuti jejak Kristus Sang Raja berarti mengikuti kesaksian hidup-Nya akan persaudaraan dan persahabatan. “.... Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku” (Yoh 15:15). Para Fransiskan sekular bersama-sama dengan semua orang yang berkehendak baik, terpanggil untuk membangun dunia yang lebih bersaudara dan lebih Injili sehingga Kerajaan Allah terwujud (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 14). Rasa persaudaraan membuat para Fransiskan sekular bergembira dan bersedia menyamakan diri mereka dengan semua orang, terutama dengan orang-orang yang paling kecil (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 13; bdk. Mat 25:31-46).
Beberapa catatan mengenai evangelisasi para awam Fransiskan
Karena panggilan khusus mereka di tengah-tengah dunia, bentuk evangelisasi para awam juga bersifat khusus. “Tugas mereka adalah untuk menggunakan setiap kemungkinan Kristiani dan penginjilan yang tersembunyi tetapi sudah ada dan aktif dalam urusan-urusan dunia. Bidang evangelisasi mereka ialah dunia politik yang luas dan kompleks, bidang kemasyarakatan dan ekonomi, tapi juga dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan dan seni, kehidupan internasional, bidang media massa. Juga mencakup kenyataan lain yang terbuka bagi evangelisasi, seperti misalnya cintakasih manusiawi, keluarga, pendidikan anak-anak dan kaum remaja, kerja profesional, penderitaan” (lihat EN, 70).
Para awam memang tidak dipanggil untuk menjadi seperti imam atau para religius lainnya. Hidup spiritual dan hidup kerasulan para awam berbeda. Para awam dipanggil untuk menjadi lebih-lebih seperti Kristus dalam memenuhi tugas dan tanggung jawab mereka, sesuai dengan keadaan masing-masing di dunia ini (lihat AD OFS Pasal 2 Artikel 10; bdk. LG, 41). Namun menurut Paus Yohanes Paulus II semua kaum awam merupakan misionaris (utusan Kristus, pengemban misi Kristus) berdasarkan baptisan (lihat Ensiklik Redemptorist Missio [RM] tentang Amanat Misioner Gereja, 71-72). Dalam ensikliknya ini Sri Paus mengatakan perlunya semua kaum beriman ikut ambil bagian dalam tanggung jawab ini, bukan sekedar suatu usaha untuk lebih mengefektifkan kerasulan saja, tetapi justru karena ini adalah hak dan kewajiban yang dilandaskan pada martabat baptisan mereka. Melalui baptisan itu “kaum awam beriman berpartisipasi, demi bagian mereka, di dalam perutusan rangkap tiga dari Kristus selaku imam, nabi, dan raja” (RM, 71; bdk. CFL, 14).
Jelas di sini para awam mendapat tempat dalam hal evangelisasi. Bagaimana dengan para Fransiskan awam? Hal-hal apa sajakah yang dapat mencirikan atau menggaris-bawahi evangelisasi yang dilakukan oleh para Fransiskan sekular, hal-hal yang mencerminkan adanya nuansa perbedaan meski dalam kesatuan gerak bersama para awam lainnya? Untuk itu kita harus kembali berpaling kepada Bapak Serafik kita sebagai sumber, baik melalui tulisan-tulisan mengenai dirinya maupun tulisan-tulisannya sendiri, kemudian membuat beberapa catatan yang kiranya dapat digunakan sebagai pegangan bagi usaha evangelisasi para Fransiskan sekular. Fransiskus sendiri adalah seorang saksi sejati dari hidup Injili yang radikal dan kita nota bene adalah para anak rohaninya. Catatan berikut ini bukanlah sebuah daftar yang lengkap dan komprehensif karena kekayaan rohani Bapak Serafik kita tidak mungkinlah untuk dipadatkan dalam beberapa catatan singkat sebagai hasil permenungan pada saat tertentu saja.
1. Pada zamannya, ketika ajaran Injil pada umumnya di mana-mana mengalami banyak kemunduran karena perbuatan-perbuatan insani. Fransiskus diutus Allah untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran di mana-mana seturut teladan para Rasul (lihat 1Cel 89).
2. Roh yang tinggal di dalam lubuk hatinya, bersedia, berserah, dan berkobar-kobar untuk menaburkan benih sabda Allah. Ia memenuhi seluruh bumi dengan Injil Kristus, sehingga dia dalam tempo satu hari sering mengunjungi empat atau lima kampung atau malahan kota, seraya mewartakan kabar gembira kerajaan Allah di tiap-tiap tempat; dan dengan membuat seluruh tubuhnya menjadi lidah, ia membina para pendengarnya tidak kurang dengan teladan daripada dengan perkataan (lihat 1Cel 97).
3. Dengan kehangatan jiwa yang besar dan dengan perasaan sukacita dia mulai mewartakan pertobatan kepada semua orang; dengan perkataan yang sederhana tetapi dengan hati yang luhur ia membina para pendengarnya. Perkataannya bagaikan api yang membakar, menembus sampai ke lubuk hati dan memenuhi segala budi dengan ketakjuban (lihat 1Cel 23).
4. Kelihatannya memang Allah membangkitkan keluarga Fransiskan sebagai para penginjil: “untuk mewartakan dan memuji-muji Allah” (lihat Legenda Perugia, 43).
5. Fransiskus ‘menemukan’ panggilannya dengan jelas ketika imam di gereja menjelaskan kepadanya ayat-ayat Injil tentang ‘pengutusan para murid oleh Yesus’ dan serta-merta dilakukannya semua dengan gembira. Ia bukan pendengar Injil yang tuli, melainkan berusaha menepati segala apa yang didengarnya dengan cermat secara harafiah (lihat 1 Cel 22).
6. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama dalam sejarah yang memasukkan catatan mengenai misi kepada saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain (lihat AngTBul XVI).
7. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama yang pergi sendiri ke tengah-tengah saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain (lihat LegMaj IX:8).
8. Fransiskus adalah pendiri tarekat religius pertama yang mengutus para pengikutnya ke tengah-tengah saudara-saudari yang beriman-kepercayaan lain, meskipun ditentang oleh Kardinal Hugolino sebagai pelindung Ordo (Speculum Perfectionis/ Cermin Kesempurnaan, 65).
9. Keprihatinan Fransiskus yang utama adalah untuk mengajar para saudaranya terlebih-lebih dengan tindakan-tindakannya daripada dengan kata-kata, perihal apa yang harus mereka lakukan dan apa yang harus mereka hindari (lihat Legenda Perugia, 85).
10. Ketika para saudaranya mengeluh karena tidak diperkenankan berkhotbah oleh uskup-uskup setempat ke mana mereka diutus, Fransiskus menjawab dengan penuh semangat, “Kamu sekalian, para saudara dina, tidak tahu kehendak Allah dan kamu sekalian tidak memperkenankan aku mempertobatkan seluruh dunia sesuati dengan kehendak Allah. Kamu harus pertama-tama mempertobatkan para prelat itu dengan kerendahan hatimu dan ketaatanmu yang penuh hormat kepada mereka. Apabila mereka melihat hidup kudusmu dan ketaatanmu yang penuh hormat kepada mereka, mereka sendiri akan meminta kamu untuk berkhotbah dan mempertobatkan orang-orang” (Legenda Perugia, 115).
(Bersambung)