Nasib baik atau bencana bukanlah indikator-indikator yang layak untuk mengukur spiritualitas seseorang, karena Bapa surgawi “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Di lain pihak, penghakiman dapat dipastikan akan dijatuhkan atas orang-orang yang belum bertobat dari dosa-dosa mereka (lihat Luk 13:3.5). Yesus akan selalu mengampuni kita, betapa pun beratnya dosa kita. Dia memberikan kepada kita setiap kesempatan untuk datang kepada-Nya dengan jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam (lihat Mzm 51:19), untuk menerima pengampunan dan pendamaian (rekonsiliasi). Mereka yang tidak bertobat akan mengalami hukuman pada penghakiman terakhir.
DOSA MANUSIA, KASIH ALLAH DAN PERTOBATAN
(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PRAPASKAH III – 3 Maret 2013)
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”
Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9)
Yesus melanjutkan pengajaran kepada para murid-Nya tentang hal-ikhwal mengikuti Dia. Di sini Dia mengajarkan tentang perlunya semua orang untuk bertobat. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus menghubung-hubungkan bencana dengan hukuman karena dosa. Beberapa orang minta kepada Yesus untuk mengomentari dua bencana lokal yang terjadi. Jelas ada sejumlah orang Galilea yang sedang mempersembahkan kurban di Bait Suci di Yerusalem dibunuh oleh serdadu Pilatus. Darah mereka dicampur dengan darah hewan yang sedang dipersembahkan sebagai kurban. Bencana kedua barangkali kecelakaan pada waktu konstruksi di Siloam. Yesus tidak menolak kemungkinan terdapatnya hubungan antara dosa dan malapetaka, namun Dia menolak gagasan bahwa derajat kedosaan dapat dikira-kira dari besar-kecilnya malapetaka.
Nasib baik atau bencana bukanlah indikator-indikator yang layak untuk mengukur spiritualitas seseorang, karena Bapa surgawi “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Di lain pihak, penghakiman dapat dipastikan akan dijatuhkan atas orang-orang yang belum bertobat dari dosa-dosa mereka (lihat Luk 13:3.5). Yesus akan selalu mengampuni kita, betapa pun beratnya dosa kita. Dia memberikan kepada kita setiap kesempatan untuk datang kepada-Nya dengan jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam (lihat Mzm 51:19), untuk menerima pengampunan dan pendamaian (rekonsiliasi). Mereka yang tidak bertobat akan mengalami hukuman pada penghakiman terakhir.
Dosa memisahkan kita dari Allah. Dosa itu mempunyai efek yang dahsyat sekali atas kehidupan dan relasi seorang pribadi manusia dengan Allah. Motif Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia adalah “kasih”, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Dia kemudian menderita dan mati di kayu salib sebagai silih atas dosa-dosa kita, manusia. Santo Paulus menulis: “Apakah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidak tahukah engkau bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan” (Rm 2:4-5).
“Perumpamaan tentang pohon ara” (Luk 13:6-9) menggambarkan belarasa Allah dan penghakiman-Nya yang ditunda, untuk memperkenankan kita melakukan pertobatan dan terhindar dari konsekuensi-konsekuensi serius yang disebabkan dosa-dosa kita. Dengan demikian, kita dapat bersukacita dan memuji-muji Tuhan, karena meskipun dosa-dosa kita itu sungguh parah, Dia akan tetap mengampuni. YHWH memang telah berfirman lewat mulut nabi Yesaya: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes 1:18). Namun demikian, kita tidak pernah boleh tetap santai-santai saja, berleha-leha atau menunda-nunda keputusan untuk melakukan pertobatan, agar supaya dapat mencapai rekonsiliasi dengan Allah, berdamai kembali dengan Sang Khalik langit dan bumi.
Sebagai seorang insan yang sungguh-sungguh ingin mengikuti jejak Yesus Kristus, marilah kita memeriksa batin kita masing-masing dan kemudian berbalik kepada Allah dengan “jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam” (bdk. Mzm 51:19).
DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, aku sungguh menyesal karena telah melukai hati-Mu. Aku membenci dan benar-benar merasa jijik terhadap segala dosaku karena semua itu telah menyakiti hati-Mu. Engkau adalah kasih, dan dalam kasih pula Engkau telah mengampuniku. Engkau adalah Allah yang baik, kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi. Engkaulah satu-satunya yang baik, satu-satunya yang kudus, adil, benar, suci dan tulus, satu-satunya yang pemurah, tak bersalah dan murni. Dari Engkau, oleh Engkau dan dalam Engkaulah segala pengampunan, segala rahmat dan kemuliaan untuk semua orang yang bertobat. Hari ini, aku berketetapan hati, dengan pertolongan rahmat-Mu, untuk tidak berdosa lagi, baik dengan pikiran, perkataan, perbuatan maupun kelalaianku. Amin.
Cilandak, 28 Februari 2013 (revisi dari tulisan tanggal 20 Oktober 2009)
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
(Bacaan Injil Misa Kudus, HARI MINGGU PRAPASKAH III – 3 Maret 2013)
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampur Pilatus dengan darah kurban yang mereka persembahkan. Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? “Tidak!”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang tinggal di Yerusalem? “Tidak”, kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara demikian.”
Kemudian Yesus menyampaikan perumpamaan ini, “Seseorang mempunyai pohon ara yang ditanam di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Lihatlah, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan sia-sia! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!” (Luk 13:1-9)
Yesus melanjutkan pengajaran kepada para murid-Nya tentang hal-ikhwal mengikuti Dia. Di sini Dia mengajarkan tentang perlunya semua orang untuk bertobat. Orang-orang Yahudi pada zaman Yesus menghubung-hubungkan bencana dengan hukuman karena dosa. Beberapa orang minta kepada Yesus untuk mengomentari dua bencana lokal yang terjadi. Jelas ada sejumlah orang Galilea yang sedang mempersembahkan kurban di Bait Suci di Yerusalem dibunuh oleh serdadu Pilatus. Darah mereka dicampur dengan darah hewan yang sedang dipersembahkan sebagai kurban. Bencana kedua barangkali kecelakaan pada waktu konstruksi di Siloam. Yesus tidak menolak kemungkinan terdapatnya hubungan antara dosa dan malapetaka, namun Dia menolak gagasan bahwa derajat kedosaan dapat dikira-kira dari besar-kecilnya malapetaka.
Nasib baik atau bencana bukanlah indikator-indikator yang layak untuk mengukur spiritualitas seseorang, karena Bapa surgawi “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Di lain pihak, penghakiman dapat dipastikan akan dijatuhkan atas orang-orang yang belum bertobat dari dosa-dosa mereka (lihat Luk 13:3.5). Yesus akan selalu mengampuni kita, betapa pun beratnya dosa kita. Dia memberikan kepada kita setiap kesempatan untuk datang kepada-Nya dengan jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam (lihat Mzm 51:19), untuk menerima pengampunan dan pendamaian (rekonsiliasi). Mereka yang tidak bertobat akan mengalami hukuman pada penghakiman terakhir.
Dosa memisahkan kita dari Allah. Dosa itu mempunyai efek yang dahsyat sekali atas kehidupan dan relasi seorang pribadi manusia dengan Allah. Motif Allah mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia adalah “kasih”, agar setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Dia kemudian menderita dan mati di kayu salib sebagai silih atas dosa-dosa kita, manusia. Santo Paulus menulis: “Apakah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidak tahukah engkau bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan” (Rm 2:4-5).
“Perumpamaan tentang pohon ara” (Luk 13:6-9) menggambarkan belarasa Allah dan penghakiman-Nya yang ditunda, untuk memperkenankan kita melakukan pertobatan dan terhindar dari konsekuensi-konsekuensi serius yang disebabkan dosa-dosa kita. Dengan demikian, kita dapat bersukacita dan memuji-muji Tuhan, karena meskipun dosa-dosa kita itu sungguh parah, Dia akan tetap mengampuni. YHWH memang telah berfirman lewat mulut nabi Yesaya: “Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes 1:18). Namun demikian, kita tidak pernah boleh tetap santai-santai saja, berleha-leha atau menunda-nunda keputusan untuk melakukan pertobatan, agar supaya dapat mencapai rekonsiliasi dengan Allah, berdamai kembali dengan Sang Khalik langit dan bumi.
Sebagai seorang insan yang sungguh-sungguh ingin mengikuti jejak Yesus Kristus, marilah kita memeriksa batin kita masing-masing dan kemudian berbalik kepada Allah dengan “jiwa yang hancur serta hati yang patah dan remuk-redam” (bdk. Mzm 51:19).
DOA: Ya Tuhanku dan Allahku, aku sungguh menyesal karena telah melukai hati-Mu. Aku membenci dan benar-benar merasa jijik terhadap segala dosaku karena semua itu telah menyakiti hati-Mu. Engkau adalah kasih, dan dalam kasih pula Engkau telah mengampuniku. Engkau adalah Allah yang baik, kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi. Engkaulah satu-satunya yang baik, satu-satunya yang kudus, adil, benar, suci dan tulus, satu-satunya yang pemurah, tak bersalah dan murni. Dari Engkau, oleh Engkau dan dalam Engkaulah segala pengampunan, segala rahmat dan kemuliaan untuk semua orang yang bertobat. Hari ini, aku berketetapan hati, dengan pertolongan rahmat-Mu, untuk tidak berdosa lagi, baik dengan pikiran, perkataan, perbuatan maupun kelalaianku. Amin.
Cilandak, 28 Februari 2013 (revisi dari tulisan tanggal 20 Oktober 2009)
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS