HOMILI P. AMANDO TRUJILLO CANO, TOR PADA PERAYAAN EKARISTI, RABU 26 OKTOBER 2011
Bacaan Pertama: Rm 8:26-30; Mazmur Tanggapan: Mzm 13:4-6; Bacaan Injil: Luk 13:22-30
Bacaan Pertama: Rm 8:26-30; Mazmur Tanggapan: Mzm 13:4-6; Bacaan Injil: Luk 13:22-30
Apabila anda, saudara atau saudari, telah hidup pada zaman Yesus dan telah mengenal-Nya, apa kiranya yang akan anda tanyakan kepada-Nya? Injil Lukas menceritakan kepada kita tentang seseorang yang mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada-Nya apakah sedikit saja orang yang diselamatkan. Seturut jawaban Yesus, kelihatannya tidak penting untuk mengetahui berapa banyak orang yang akan diselamatkan, melainkan yang penting adalah bahwa setiap orang harus berjuang untuk masuk melalui pintu keselamatan yang sempit. Yesus juga memperingatkan kita bahwa banyak orang yang mengenal Dia dan mendengarkan Dia akan terkejut karena tidak termasuk orang-orang yang ikut ambil bagian dalam perjamuan kerajaan pada saat penentuan tiba, sementara orang-orang lain akan datang dari segenap penjuru bumi dan akan masuk ke dalam pesta besar yang telah disiapkan oleh Tuhan bagi mereka yang melakukan kehendak-Nya.
Peringatan ini kelihatannya pertama-tama dialamatkan kepada orang-orang Yahudi, para anggota umat terpilih, banyak dari mereka yang tidak percaya pada kata-kata-Nya dan tidak meninggalkan dosa-dosa mereka. Mereka adalah para penerima pertama dari perwahyuan Allah, namun mereka tidak membuka hati mereka bagi sang Putera yang jelas-jelas mencerminkan wajah Bapa surgawi. Namun demikian, peringatan ini juga berlaku bagi umat beriman sepanjang masa, termasuk kita. Untuk masuk ke dalam dinamika Kerajaan, mulai dalam kehidupan ini, tidak cukuplah untuk sekadar mendengarkan sabda-sabda Yesus, bahkan juga mengalami kehadiran-Nya dalam kehidupan kita. Apabila tidak ada suatu pertobatan yang tulus dari keserakahan dan kemasabodohan kepada suatu hidup baru dalam Kristus, maka kita akan tetap berada di luar ciptaan baru Allah. Hari ini banyak orang Katolik kelihatannya menghayati suatu agama secara superfisial (=tidak mendalam), suatu praktek keagamaan yang tidak cocok dengan suatu komitmen kepada suatu kehidupan Kristiani yang otentik.
Banyak orang yang mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota-anggota Gereja yang benar membatasi diri mereka dengan menyalahkan mereka yang bukan Katolik, namun mereka sendiri tidak melibatkan diri dalam pelayanan, mengabaikan pemberian pengampunan dan rekonsiliasi, belas kasihan dan keadilan Kerajaan. Kita juga dapat memusatkan perhatian kita pada isu-isu sampingan dan melupakan apa yang hakiki dalam kehidupan Kristiani, tanpa hal yang hakiki itu kita tidak dapat menyenangkan hati Tuhan: kasih kepada Allah dan sesama. Misalnya, memang baik untuk mengetahui berapa banyak jumlah Fransiskan yang ada, baik yang sekular maupun yang religius, karena dengan demikian kita dapat mengetahui dan mengorganisir diri kita sendiri secara lebih baik. Akan tetapi yang sesungguhnya penting untuk keselamatan dan perluasan kerajaan Allah bukanlah kuantitas melainkan kualitas. Hal ini berarti yang penting adalah bahwa masing-masing persaudaraan menjadi sebuah tempat pertemuan yang sejati dengan Tuhan melalui para saudara dan saudari kita, bahwa Dewan-dewan dan Minister-minister sungguh-sungguh menganimasi dan membimbing, bahwa kerasulan para anggota persaudaraan merupakan suatu pencerminan kasih Allah, bahwa kita hidup dalam persekutuan (communio) dengan Gereja berdasarkan Injil, dan bahwa kita bertindak sebagai ragi persatuan dalam Keluarga Fransiskan. Kalau tidak begitu, persaudaraan-persaudaraan akan surviveuntuk jangka waktu tertentu, namun setelah itu lambat laun akan mati atau akan menjadi kontra-saksi (= saksi negatif) dari kerajaan Allah.
Sekarang, agar supaya menjadi orang-orang Kristiani dan Fransiskan-fransiskan sejati – mengikuti Yesus lewat pintu yang sempit – kapasitas-kapasitas manusiawi kita, walaupun diperlukan, tidaklah mencukupi. Santo Paulus mengingatkan kita bahwa Roh membantu kita dalam kelemahan kita dan memberikan contoh atas ketidakmampuan kita untuk berdoa, yaitu berkomunikai dengan Allah. Sang rasul lebih lanjut mengatakan bahwa Roh berdoa dalam diri kita dengan cara-cara yang tidak kita pahami, sesuai dengan keinginan-Nya, dan menyampaikan permohonan bagi kita karena Roh itu menyelidiki hati dan mengetahui kehendak Allah. Dan apabila Roh menolong kita dalam relasi kita dengan Allah, yang adalah paling penting, maka Roh akan melakukan hal itu lebih-lebih lagi berkaitan dengan relasi kita dengan orang-orang lain dan dalam segala aspek kehidupan kita. Allah tidak hanya menolong kita dalam kelemahan kita, melainkan juga – seturut surat Paulus kepada jemaat di Roma – Dia juga merancang sebuah rencana bagi kita; untuk menjadi serupa dengan gambaran Putera-Nya,yaitu untuk membuat kita anak-anak dalam sang Putera. Untuk mewujudkan rencana ini, Dia mengambil kita langkah demi langkah jika kita memperkenankan diri kita dibimbing oleh-Nya, sebagai seorang ayah atau seorang ibu yang mengajar anak-anaknya untuk berjalan dengan memegang tangan-tangan mereka. Santo Paulus juga mengatakan kepada kita: Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Dengan demikian kita kembali ke titik awal: yang penting bukanlah mengetahui berapa banyak orang yang akan diselamatkan, yang penting adalah untuk mengasihi Allah dan sesama. Apabila kita melakukan hal ini, maka Dia akan melakukan segalanya yang lain. Ia telah menentukan kita dari semula untuk berada dalam persekutuan mendalam dengan diri-Nya dan dengan orang-orang lain dalam Dia.
Dalam Kapitel ini kita telah mendengarkan laporan-laporan Dewan Pimpinan (Inggris: Presidency) dan juga ceramah utama yang memanggil kita untuk diinjili agar dapat menginjili orang-orang lain. Kita telah mendengarkan undangan itu agar dapat disuburkan dengan aroma hidup baru Kristus agar supaya membuat harun dunia dengan keindahan ciptaan baru dan sukacita yang akan menjadi milik kita dalam perjamuan abadi. Kita mencicipi terlebih dahulu sukacita ini di dalam dunia dan untuk alasan ini kita berhasrat untuk menghayatinya secara penuh ketika tuan rumah mengunci pintu dan pesta perjamuan abadi dimulai. Dalam Ekaristi ini, yang adalah suatu antisipasi persaudaraan dan spiritual perjamuan abadi itu, kita mohon kepada Allah agar meningkatkan hasrat kita untuk masuk melalui pintu kasih yang sempit, yang ditunjukkan Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kasih ini datang kepada kita dalam sakramen ini sebagai makanan sejati yang memelihara kita dan menolong kita dalam kelemahan kita, membuat kita saudara dan saudari di sekeliling altar selagi kita melanjutkan perjalanan iman kita sampai kita duduk-berbaring pada meja perjamuan dalam Kerajaan Allah dengan Abraham, Ishak dan Yakub dan semua nabi. Lalu tidak akan ada lagi kelaparan, juga tidak ada lagi penderitaan atau kematian dan Allah akan menjadi semua dalam semua.
Diterjemahkan dari terjemahan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh: Sdr. F.X. Indrapradja, OFS.
Peringatan ini kelihatannya pertama-tama dialamatkan kepada orang-orang Yahudi, para anggota umat terpilih, banyak dari mereka yang tidak percaya pada kata-kata-Nya dan tidak meninggalkan dosa-dosa mereka. Mereka adalah para penerima pertama dari perwahyuan Allah, namun mereka tidak membuka hati mereka bagi sang Putera yang jelas-jelas mencerminkan wajah Bapa surgawi. Namun demikian, peringatan ini juga berlaku bagi umat beriman sepanjang masa, termasuk kita. Untuk masuk ke dalam dinamika Kerajaan, mulai dalam kehidupan ini, tidak cukuplah untuk sekadar mendengarkan sabda-sabda Yesus, bahkan juga mengalami kehadiran-Nya dalam kehidupan kita. Apabila tidak ada suatu pertobatan yang tulus dari keserakahan dan kemasabodohan kepada suatu hidup baru dalam Kristus, maka kita akan tetap berada di luar ciptaan baru Allah. Hari ini banyak orang Katolik kelihatannya menghayati suatu agama secara superfisial (=tidak mendalam), suatu praktek keagamaan yang tidak cocok dengan suatu komitmen kepada suatu kehidupan Kristiani yang otentik.
Banyak orang yang mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota-anggota Gereja yang benar membatasi diri mereka dengan menyalahkan mereka yang bukan Katolik, namun mereka sendiri tidak melibatkan diri dalam pelayanan, mengabaikan pemberian pengampunan dan rekonsiliasi, belas kasihan dan keadilan Kerajaan. Kita juga dapat memusatkan perhatian kita pada isu-isu sampingan dan melupakan apa yang hakiki dalam kehidupan Kristiani, tanpa hal yang hakiki itu kita tidak dapat menyenangkan hati Tuhan: kasih kepada Allah dan sesama. Misalnya, memang baik untuk mengetahui berapa banyak jumlah Fransiskan yang ada, baik yang sekular maupun yang religius, karena dengan demikian kita dapat mengetahui dan mengorganisir diri kita sendiri secara lebih baik. Akan tetapi yang sesungguhnya penting untuk keselamatan dan perluasan kerajaan Allah bukanlah kuantitas melainkan kualitas. Hal ini berarti yang penting adalah bahwa masing-masing persaudaraan menjadi sebuah tempat pertemuan yang sejati dengan Tuhan melalui para saudara dan saudari kita, bahwa Dewan-dewan dan Minister-minister sungguh-sungguh menganimasi dan membimbing, bahwa kerasulan para anggota persaudaraan merupakan suatu pencerminan kasih Allah, bahwa kita hidup dalam persekutuan (communio) dengan Gereja berdasarkan Injil, dan bahwa kita bertindak sebagai ragi persatuan dalam Keluarga Fransiskan. Kalau tidak begitu, persaudaraan-persaudaraan akan surviveuntuk jangka waktu tertentu, namun setelah itu lambat laun akan mati atau akan menjadi kontra-saksi (= saksi negatif) dari kerajaan Allah.
Sekarang, agar supaya menjadi orang-orang Kristiani dan Fransiskan-fransiskan sejati – mengikuti Yesus lewat pintu yang sempit – kapasitas-kapasitas manusiawi kita, walaupun diperlukan, tidaklah mencukupi. Santo Paulus mengingatkan kita bahwa Roh membantu kita dalam kelemahan kita dan memberikan contoh atas ketidakmampuan kita untuk berdoa, yaitu berkomunikai dengan Allah. Sang rasul lebih lanjut mengatakan bahwa Roh berdoa dalam diri kita dengan cara-cara yang tidak kita pahami, sesuai dengan keinginan-Nya, dan menyampaikan permohonan bagi kita karena Roh itu menyelidiki hati dan mengetahui kehendak Allah. Dan apabila Roh menolong kita dalam relasi kita dengan Allah, yang adalah paling penting, maka Roh akan melakukan hal itu lebih-lebih lagi berkaitan dengan relasi kita dengan orang-orang lain dan dalam segala aspek kehidupan kita. Allah tidak hanya menolong kita dalam kelemahan kita, melainkan juga – seturut surat Paulus kepada jemaat di Roma – Dia juga merancang sebuah rencana bagi kita; untuk menjadi serupa dengan gambaran Putera-Nya,yaitu untuk membuat kita anak-anak dalam sang Putera. Untuk mewujudkan rencana ini, Dia mengambil kita langkah demi langkah jika kita memperkenankan diri kita dibimbing oleh-Nya, sebagai seorang ayah atau seorang ibu yang mengajar anak-anaknya untuk berjalan dengan memegang tangan-tangan mereka. Santo Paulus juga mengatakan kepada kita: Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Dengan demikian kita kembali ke titik awal: yang penting bukanlah mengetahui berapa banyak orang yang akan diselamatkan, yang penting adalah untuk mengasihi Allah dan sesama. Apabila kita melakukan hal ini, maka Dia akan melakukan segalanya yang lain. Ia telah menentukan kita dari semula untuk berada dalam persekutuan mendalam dengan diri-Nya dan dengan orang-orang lain dalam Dia.
Dalam Kapitel ini kita telah mendengarkan laporan-laporan Dewan Pimpinan (Inggris: Presidency) dan juga ceramah utama yang memanggil kita untuk diinjili agar dapat menginjili orang-orang lain. Kita telah mendengarkan undangan itu agar dapat disuburkan dengan aroma hidup baru Kristus agar supaya membuat harun dunia dengan keindahan ciptaan baru dan sukacita yang akan menjadi milik kita dalam perjamuan abadi. Kita mencicipi terlebih dahulu sukacita ini di dalam dunia dan untuk alasan ini kita berhasrat untuk menghayatinya secara penuh ketika tuan rumah mengunci pintu dan pesta perjamuan abadi dimulai. Dalam Ekaristi ini, yang adalah suatu antisipasi persaudaraan dan spiritual perjamuan abadi itu, kita mohon kepada Allah agar meningkatkan hasrat kita untuk masuk melalui pintu kasih yang sempit, yang ditunjukkan Kristus melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Kasih ini datang kepada kita dalam sakramen ini sebagai makanan sejati yang memelihara kita dan menolong kita dalam kelemahan kita, membuat kita saudara dan saudari di sekeliling altar selagi kita melanjutkan perjalanan iman kita sampai kita duduk-berbaring pada meja perjamuan dalam Kerajaan Allah dengan Abraham, Ishak dan Yakub dan semua nabi. Lalu tidak akan ada lagi kelaparan, juga tidak ada lagi penderitaan atau kematian dan Allah akan menjadi semua dalam semua.
Diterjemahkan dari terjemahan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia oleh: Sdr. F.X. Indrapradja, OFS.