Memang Ia memberikan kekuatan dan kuasa untuk menguasai roh-roh jahat, untuk menyembuhkan penyakit-penyakit serta untuk mewartakan pertobatan, akan tetapi berbagai kebutuhan sehari-hari yang bersifat praktis kan tetap harus diperhatikan? Sungguh tidak dapat diterima oleh akal-sehat manusia. Namun kenyataannya adalah, bahwa 800 tahun lampau ayat padanan dari Mrk 6:8 (Luk 9:3; Mat 10:9-10) ini merupakan salah satu ayat Kitab Suci yang memberi petunjuk kepada Santo Fransiskus dari Assisi di awal-awal pertobatannya, bagaimana dia dan saudara-saudaranya harus melakukan tugas pelayanan mereka (lihat 1Cel 22; bdk. LegMaj III:1). Tidak lama kemudian lahirlah sebuah keluarga rohani yang sekarang merupakan keluarga rohani terbesar dalam Gereja.
MENJADI INSTRUMEN-INSTRUMEN TUHAN
Ia memanggil kedua belas murid itu dan mulai mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat saja, roti pun jangan, kantong perbekalan pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan, boleh memakai alas-kaki, tetapi jangan memakai dua baju. Kata-Nya selanjutnya kepada mereka, “Kalau di suatu tempat kamu masuk ke dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.” Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka. (Mrk 6:7-13)
Petikan bacaan Injil di atas adalah bacaan Injil dalam Misa Kudus hari ini, 7 Februari 2013 (Hari Biasa Pekan Biasa IV). Kedua belas murid Yesus telah menyaksikan Guru mereka menghadapi berbagai situasi rakyat yang menyedihkan selama kerja pelayanan-Nya, dan dalam banyak kasus para murid melihat Yesus menarik kepada Allah orang-orang dengan bermacam-macam kebutuhan, lewat penyembuhan, pengampunan dan pelepasan dari kuasa roh-roh jahat yang dilakukan-Nya. Mereka juga telah melihat bagaimana kuasa Yesus dapat terhalang oleh ketidak-percayaan, seperti yang terjadi di “kandang”-Nya sendiri, Nazaret. Sekarang Yesus mengutus mereka melakukan tugas pelayanan kepada orang-orang lain. Mereka sungguh harus melangkah dalam iman dan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada sang Guru.
Yesus mengerti sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang melakukan perjalanan. Ia sendiri telah berjalan kaki berkilometer-kilometer jauhnya, dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Jadi, Yesus tahu benar apa saja yang dibutuhkan bagi seseorang kalau mau melakukan perjalanan jauh. Namun demikian, ketika mengutus para murid-Nya Yesus malah memberi instruksi kepada mereka untuk praktis tidak membawa apa-apa kecuali tongkat, dan seterusnya (Mrk 6:8-9). Bukankah hal-hal tersebut justru dibutuhkan dalam sebuah perjalanan jauh?
Memang Ia memberikan kekuatan dan kuasa untuk menguasai roh-roh jahat, untuk menyembuhkan penyakit-penyakit serta untuk mewartakan pertobatan, akan tetapi berbagai kebutuhan sehari-hari yang bersifat praktis kan tetap harus diperhatikan? Sungguh tidak dapat diterima oleh akal-sehat manusia. Namun kenyataannya adalah, bahwa 800 tahun lampau ayat padanan dari Mrk 6:8 (Luk 9:3; Mat 10:9-10) ini merupakan salah satu ayat Kitab Suci yang memberi petunjuk kepada Santo Fransiskus dari Assisi di awal-awal pertobatannya, bagaimana dia dan saudara-saudaranya harus melakukan tugas pelayanan mereka (lihat 1Cel 22; bdk. LegMaj III:1). Tidak lama kemudian lahirlah sebuah keluarga rohani yang sekarang merupakan keluarga rohani terbesar dalam Gereja.
Kalau kita merenungkan ini semua, kita pun dapat bertanya dalam hati kita masing-masing: “Apakah perlu Allah yang Mahakuasa membuat mukjizat-mukjizat melalui manusia biasa? Mengapa Yesus harus tergantung kepada manusia untuk mewartakan kerajaan-Nya? Mengapa Dia harus memilih kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat supernatural? Allah ingin agar kita semua ikut ambil bagian dalam segala aspek kehidupan-Nya. Pada waktu kita dibaptis, setiap kita diberi amanat untuk memproklamasikan Injil-Nya. Berbagai halangan yang ada dalam diri kita atau orang lain bagi Yesus tetap merupakan kesempatan bagi kasih dan kuasa-Nya untuk menang. Bagaimana pun juga Dia datang untuk memanggil para pendosa seperti kita. Allah sangat senang bekerja lewat hati yang merendah dan tunduk, melalui orang-orang yang sadar akan privilese menjadi instrumen-Nya di dunia ini. Allah memang sesungguhnya ingin menunjukkan kuat-kuasa-Nya kepada kita, dan membuat kita menjadi instrumen-instrumen, lewat instrumen-instrumen mana kuasa-Nya dimanifestasikan ke seluruh dunia. Allah menginginkan agar kita, anak-anak-Nya, menjadi saluran berkat-Nya. Doa “Jadikanlah aku pembawa damai” dapat mengajarkan kita sikap macam apa yang patut kita miliki apabila kita sungguh memiliki kehendak untuk melayani belaskasih Allah kepada orang-orang lain: “Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai … dst.” Fransiskus tahu, bahwa dia hanya dapat menjadi efektif apabila dia memperkenankan Allah bekerja lewat dirinya. Seperti kedua belas rasul, dia berjalan ke sekeliling Assisi mewartakan kuasa Injil kepada siapa saja yang mau menerima Kabar Baik itu.
Allah menaruh kepercayaan kepada kita karena Dia telah memberikan kepada kita segala rahmat yang kita perlukan guna melaksanakan misi-Nya. Masalahnya sekarang, apakah kita sendiri menaruh kepercayaan kepada Allah? Maka kalau ada seseorang memberitahukan anda tentang sakit-penyakit yang dideritanya, berdoalah dalam iman agar orang itu disembuhkan. Bukan anda yang menyembuhkan, melainkan Allah sendiri. Kita semua hanyalah instrumen-instrumen yang dipakai Allah untuk kebaikan. Kalau terjadi konflik rumah-tangga, berdoalah – dalam nama Yesus – dan berharaplah terjadinya mukjizat. Allah menginginkan agar ‘tanda-tanda heran’-Nya menjadi suatu bagian normal kehidupan kita. Kalau anda sungguh percaya akan pernyataan ini, maka mulailah berdoa dan menantikan Allah bekerja dalam diri anda.
DOA: Tuhan Yesus, kami percaya Engkau mendengar setiap doa kami. Buatlah kami agar menjadi bentara-bentara kasih dan damai-sejahtera-Mu kepada orang-orang lain. Amin.
Cilandak, 7 Februari 2013
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Ia memanggil kedua belas murid itu dan mulai mengutus mereka berdua-dua. Ia memberi mereka kuasa atas roh-roh jahat, dan berpesan kepada mereka supaya jangan membawa apa-apa dalam perjalanan mereka, kecuali tongkat saja, roti pun jangan, kantong perbekalan pun jangan, uang dalam ikat pinggang pun jangan, boleh memakai alas-kaki, tetapi jangan memakai dua baju. Kata-Nya selanjutnya kepada mereka, “Kalau di suatu tempat kamu masuk ke dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari tempat itu. Kalau ada suatu tempat yang tidak mau menerima kamu dan kalau mereka tidak mau mendengarkan kamu, keluarlah dari situ dan kebaskanlah debu yang di kakimu sebagai peringatan bagi mereka.” Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka. (Mrk 6:7-13)
Petikan bacaan Injil di atas adalah bacaan Injil dalam Misa Kudus hari ini, 7 Februari 2013 (Hari Biasa Pekan Biasa IV). Kedua belas murid Yesus telah menyaksikan Guru mereka menghadapi berbagai situasi rakyat yang menyedihkan selama kerja pelayanan-Nya, dan dalam banyak kasus para murid melihat Yesus menarik kepada Allah orang-orang dengan bermacam-macam kebutuhan, lewat penyembuhan, pengampunan dan pelepasan dari kuasa roh-roh jahat yang dilakukan-Nya. Mereka juga telah melihat bagaimana kuasa Yesus dapat terhalang oleh ketidak-percayaan, seperti yang terjadi di “kandang”-Nya sendiri, Nazaret. Sekarang Yesus mengutus mereka melakukan tugas pelayanan kepada orang-orang lain. Mereka sungguh harus melangkah dalam iman dan menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada sang Guru.
Yesus mengerti sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang yang melakukan perjalanan. Ia sendiri telah berjalan kaki berkilometer-kilometer jauhnya, dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mewartakan Kerajaan Allah dan menyerukan pertobatan. Jadi, Yesus tahu benar apa saja yang dibutuhkan bagi seseorang kalau mau melakukan perjalanan jauh. Namun demikian, ketika mengutus para murid-Nya Yesus malah memberi instruksi kepada mereka untuk praktis tidak membawa apa-apa kecuali tongkat, dan seterusnya (Mrk 6:8-9). Bukankah hal-hal tersebut justru dibutuhkan dalam sebuah perjalanan jauh?
Memang Ia memberikan kekuatan dan kuasa untuk menguasai roh-roh jahat, untuk menyembuhkan penyakit-penyakit serta untuk mewartakan pertobatan, akan tetapi berbagai kebutuhan sehari-hari yang bersifat praktis kan tetap harus diperhatikan? Sungguh tidak dapat diterima oleh akal-sehat manusia. Namun kenyataannya adalah, bahwa 800 tahun lampau ayat padanan dari Mrk 6:8 (Luk 9:3; Mat 10:9-10) ini merupakan salah satu ayat Kitab Suci yang memberi petunjuk kepada Santo Fransiskus dari Assisi di awal-awal pertobatannya, bagaimana dia dan saudara-saudaranya harus melakukan tugas pelayanan mereka (lihat 1Cel 22; bdk. LegMaj III:1). Tidak lama kemudian lahirlah sebuah keluarga rohani yang sekarang merupakan keluarga rohani terbesar dalam Gereja.
Kalau kita merenungkan ini semua, kita pun dapat bertanya dalam hati kita masing-masing: “Apakah perlu Allah yang Mahakuasa membuat mukjizat-mukjizat melalui manusia biasa? Mengapa Yesus harus tergantung kepada manusia untuk mewartakan kerajaan-Nya? Mengapa Dia harus memilih kita untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat supernatural? Allah ingin agar kita semua ikut ambil bagian dalam segala aspek kehidupan-Nya. Pada waktu kita dibaptis, setiap kita diberi amanat untuk memproklamasikan Injil-Nya. Berbagai halangan yang ada dalam diri kita atau orang lain bagi Yesus tetap merupakan kesempatan bagi kasih dan kuasa-Nya untuk menang. Bagaimana pun juga Dia datang untuk memanggil para pendosa seperti kita. Allah sangat senang bekerja lewat hati yang merendah dan tunduk, melalui orang-orang yang sadar akan privilese menjadi instrumen-Nya di dunia ini. Allah memang sesungguhnya ingin menunjukkan kuat-kuasa-Nya kepada kita, dan membuat kita menjadi instrumen-instrumen, lewat instrumen-instrumen mana kuasa-Nya dimanifestasikan ke seluruh dunia. Allah menginginkan agar kita, anak-anak-Nya, menjadi saluran berkat-Nya. Doa “Jadikanlah aku pembawa damai” dapat mengajarkan kita sikap macam apa yang patut kita miliki apabila kita sungguh memiliki kehendak untuk melayani belaskasih Allah kepada orang-orang lain: “Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai … dst.” Fransiskus tahu, bahwa dia hanya dapat menjadi efektif apabila dia memperkenankan Allah bekerja lewat dirinya. Seperti kedua belas rasul, dia berjalan ke sekeliling Assisi mewartakan kuasa Injil kepada siapa saja yang mau menerima Kabar Baik itu.
Allah menaruh kepercayaan kepada kita karena Dia telah memberikan kepada kita segala rahmat yang kita perlukan guna melaksanakan misi-Nya. Masalahnya sekarang, apakah kita sendiri menaruh kepercayaan kepada Allah? Maka kalau ada seseorang memberitahukan anda tentang sakit-penyakit yang dideritanya, berdoalah dalam iman agar orang itu disembuhkan. Bukan anda yang menyembuhkan, melainkan Allah sendiri. Kita semua hanyalah instrumen-instrumen yang dipakai Allah untuk kebaikan. Kalau terjadi konflik rumah-tangga, berdoalah – dalam nama Yesus – dan berharaplah terjadinya mukjizat. Allah menginginkan agar ‘tanda-tanda heran’-Nya menjadi suatu bagian normal kehidupan kita. Kalau anda sungguh percaya akan pernyataan ini, maka mulailah berdoa dan menantikan Allah bekerja dalam diri anda.
DOA: Tuhan Yesus, kami percaya Engkau mendengar setiap doa kami. Buatlah kami agar menjadi bentara-bentara kasih dan damai-sejahtera-Mu kepada orang-orang lain. Amin.
Cilandak, 7 Februari 2013
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS