Nagasaki, Japan, is familiar to Americans as the city on which the second atomic bomb was dropped, killing hundreds of thousands. Three and a half centuries before, 26 martyrs of Japan were crucified on a hill, now known as the Holy Mountain, overlooking Nagasaki. Among them were priests, brothers and laymen, Franciscans, Jesuits and members of the Third Order of St. Francis; there were catechists, doctors, simple artisans and servants, old men and innocent children – all united in a common faith and love for Jesus and his Church.
(Leonard Foley, OFM (Editor), SAINT OF THE DAY)
Setiap tanggal 6 Februari kita memperingati Santo Pedro Bautista, Paulus Miki dan kawan-kawan, para martir di Nagasaki tahun 1597. Bagi umat Katolik Indonesia, jarang diketahui bahwa 26 orang martir yang mati disalib pada tanggal 5 Februari 1597 itu terdiri dari 6 orang Fransiskan Ordo Pertama (Observan tak berkasut pengikut Santo Petrus dari Alcantara), 3 orang Yesuit dan 17 orang Fransiskan awam.[1]
Anda dapat melihat berbagai kenangan tentang para martir Nagasaki itu (teristimewa Santo Pedro Bautista) di gereja paroki San Pedro Bautista di San Francisco del Monte, Quezon City, Filipina.[2] Di TKP-nya sendiri ada ‘26 Martyrs Memorial’ (tidak jauh dari stasiun kereta Nagasaki), yang merupakan objek pariwisata dan tempat ziarah yang ramai dikunjungi.
Para martir itu adalah:
- Santo Pedro Bautista Blazquez, imam Fransiskan (orang Spanyol).
- Santo Martin dari Ascension de Aguirre, imam Fransiskan (orang Spanyol).
- Santo Fransiskus Blanco, imam Fransiskan (orang Spanyol).
- Santo Philip dari Jesus de las Casas, klerus/calon imam Fransiskan (orang Mexico).
- Santo Fransiskus dari S. Michael de la Parilla, saudara awam (bruder) Fransiskan (orang Spanyol).
- Santo Gonsalvo Garcia, saudara awam (bruder) Fransiskan (orang India-Portugis).
- Santo Mikael Kosaki, Ordo Ketiga awam (orang Jepang).
- Santo Tomas Kosaki, Ordo Ketiga awam (putera Santo Mikael), putera altar.
- Santo Tomas Danki dari Ize, Ordo Ketiga awam, apoteker (orang Jepang).
- Santo Antonius Doynan dari Nagasaki, Ordo Ketiga awam, putera altar (orang Jepang).
- Santo Fransiskus Fahelanti dari Miyako (Fransiskus dari Kyoto), Ordo Ketiga awam, diduga seorang serdadu (orang Jepang).
- Santo Gabriel Ize dari Duisco, Ordo Ketiga awam, katekis (orang Jepang).
- Santo Fransiskus Kichi dari Miyako, Ordo Ketiga awam, dokter (orang Jepang).
- Santo Bonaventura dari Miyako, Ordo Ketiga awam, katekis (orang Jepang).
- Santo Matias dari Miyako, Ordo Ketiga awam (orang Jepang).
- Santo Yohanes Kinuya, Ordo Ketiga awam (orang Jepang).
- Santo Kosmas Takeya, Ordo Ketiga awam, katekis (orang Jepang).
- Santo Yoakim Sakakibara, Ordo Ketiga awam, juru masak (orang Jepang).
- Santo Petrus Sukejiro (Jukijiro), Ordo Ketiga awam (orang Jepang).
- Santo Paulus Suzuki, Ordo Ketiga awam, direktur rumah sakit Santo Yosef (orang Jepang).
- Santo Leo Ibaraki, Ordo Ketiga awam, direktur rumah sakit Santa Anna (orang Jepang keturunan Korea).
- Santo Luis Ibaraki, Ordo Ketiga awam (adik dari Santo Leo), putera altar.
- Santo Paulus Ibaraki, Ordo Ketiga awam, keponakan dari Santo Leo.
- Santo Paulus Miki, bruder/frater Yesuit (orang Jepang).
- Santo Diego Kisai, bruder Yesuit (orang Jepang).
- Santo Yohanes Soan dari Goto, bruder Yesuit (orang Jepang).
Sebuah karangan bunga yang indah. Ke-26 orang martir itu seperti sebuah karangan bunga indah yang dipersembahkan kepada Allah: ada imam, ada bruder; ada rohaniwan, ada awam; ada katekis, ada serdadu; ada dokter, ada apoteker; ada direktur rumah sakit, ada juru masak; ada calon imam, ada putera altar; ada Yesuit, ada Fransiskan; ada orang Spanyol, ada orang Jepang; ada orang Portugis, ada orang Mexico; ada keturunan India-Portugis; ada keturunan Jepang-Korea; ada yang sudah tua dalam umur, ada yang masih muda belia; namun semuanya bersatu dalam iman-kepercayaan yang sama serta cintakasih kepada Yesus dan Gereja-Nya yang sama pula.
Pengikut Santo Fransiskus yang sejati. Kita semua tahu bagaimana Fransiskus rindu akan kemartiran (lihat misalnya LegMaj IX:5 dsj.; 1Cel 55 dsj.). Bagaimana dengan para martir ini? Dikisahkanlah, bahwa ketika mereka mendengar isi hukuman yang dijatuhkan kepada mereka, yaitu harus mati di kayu salib, maka mereka penuh dengan kegembiraan dan sukacita karena mereka diperkenankan untuk mengikuti jejak Kristus, yaitu sampai mati di kayu salib karena memberitakan hukum Allah. Langsung Sdr. Pedro Bautista memberikan sebuah khotbah singkat: “Saudara-saudarku dalam Kristus; Jam yang begitu kita damba-dambakan sudah tiba; dibebaskan dari belenggu tubuh kita, maka kita diperkenankan untuk menikmati, bersama para malaikat, ganjaran kekal. Kita telah terus-menerus mengalami betapa setia Allah itu dalam memenuhi janji-Nya, dan akhir penderitaan-penderitaan kita akan membawa penghiburan yang permanen. Oleh karena itu marilah kita mempercayai Allah dan dengan rendah hati memohon kepada-Nya rahmat agar dapat bertekun sampai kita mencapai suatu kematian suci sedemikian.”
Sebuah contoh ketekunan yang dimaksud adalah seperti yang ditunjukkan oleh ketiga anak remaja, yaitu Luis Ibaraki (12), Antonius Doynan (13) dan Tomas Kosaki (15).[4] Para remaja itu tidak takut mati dan selalu bersukacita dalam menghadapi maut. Beberapa orang bangsawan – atas dasar niat baik – menasihati ketiga anak remaja ini untuk mengingkari iman-kepercayaan mereka, tetapi tanpa hasil. Ketiga anak remaja ini malah menjadi sumber penyebab sehingga para martir lainnya mengalami sukacita penuh kesucian.
Seorang saudara dina yang bernama Jeronimo de Jesus (Hieronimus dari Yesus) mendengar bahwa para saudaranya dimasukkan ke dalam penjara dan sudah divonis hukuman mati di kayu salib. Dengan serta merta dia menulis sepucuk surat kepada Sdr. Pedro Bautista, mohon petunjuk apa yang harus dilakukannya dan pada saat yang sama mengungkapkan hasratnya yang berapi-api untuk berpartisipasi dalam kemartiran. Sdr. Pedro Bautista menulis surat kepada Sdr. Jeronimo sampai empat kali. Dia menyuruh Sdr. Jeronimo pertama-tama untuk pergi ke Kyoto dengan menyamar, tujuannya adalah menghibur orang-orang Kristiani di sana. Dalam suratnya yang keempat, yang ditulisnya dalam perjalanan menuju Nagasaki, Sdr. Pedro Bautista menulis: “Saya merasa menyesal untuk saudara karena engkau tetap sendirian dan karena saya memahami hasratmu untuk menderita bersama kami; tetapi kesempurnaan bukanlah berarti melayani Allah seturut kehendak kita, tetapi seturut kehendak-Nya …… Oleh karena itu perlulah saudara mengikuti kehendak Allah dengan cara tetap berdiam di belakang demi kesejahteraan jiwa-jiwa yang terancam bahaya …… dan seandainya tetap berdiam di belakang demi kesejahteraan jiwa-jiwa yang terancam bahaya …… dan seandainya Hideyoshi mau membunuh orang-orang Kristiani juga, dan seandainya saudara melihat bergunalah menjadi pemimpin mereka dalam jalan kemartiran, maka kenakanlah jubahmu, pimpinlah mereka, dan dengan berkat Allah dan Bapak kita Santo Fransiskus, matilah bersama dengan orang-orang Kristiani itu.”
Demikianlah sedikit contoh perikehidupan para Fransiskan pada masa itu: mereka adalah pengikut Fransiskus yang sejati, mereka adalah murid Kristus tulen, saksi-saksi Kristus dalam arti sesungguhnya.
Paulus Miki. Biarawan Yesuit ini adalah seorang Jepang asli. Selama ini memang dialah yang paling dikenal di antara para martir Nagasaki – 1597 ini. Leonard Foley OFM[5] mencatat, bahwa ketika tergantung pada kayu salib Paulus Miki berkhotbah kepada orang-orang yang sedang menyaksikan pelaksanaan hukuman mati itu: “Keputusan penjatuhan hukuman mengatakan bahwa orang-orang ini datang ke Jepang dari Filipina, akan tetapi aku tidak dari negeri manapun, aku adalah seorang Jepang sejati. Alasan satu-satunya mengapa aku dihukum adalah karena telah mengajar doktrin Kristus. Aku bersyukur kepada Allah bahwa atas dasar inilah aku mati. Aku percaya bahwa aku hanya mengatakan kebenaran sebelum aku mati. Aku tahu bahwa kalian mempercayai aku dan aku mau mengatakan sekali lagi kepada kalian: Mintalah kepada Kristus agar menolong kalian menjadi bahagia. Aku taat kepada Kristus. Seturut teladan Kristus aku mengampuni mereka yang menghukum aku. Aku tidak membenci mereka. Aku mohon kepada Allah untuk mengasihani mereka semua, dan aku berharap agar darahku akan ditumpahkan atas orang-orang sebagai hujan yang berbuah limpah.”
Ajaran Gereja (Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja.
Yesus, Putera Allah, telah menyatakan cintakasih-Nya dengan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Maka tidak seorang pun mempunyai cintakasih yang lebih besar daripada dia yang merelakan nyawanya untuk Dia dan untuk saudara-saudaranya (lihat 1Yoh 3:16; Yoh 15:13). Sudah sejak masa permulaan ada orang-orang Kristiani yang telah dipanggil, dan selalu masih akan ada yang dipanggil, untuk memberi kesaksian cintakasih yang tertinggi itu di hadapan semua orang, khususnya di muka para penganiaya. Maka Gereja memandang sebagai karunia luarbiasa dan bukti cintakasih tertinggi kematian sebagai martir, yang menjadikan murid serupa dengan Guru yang dengan rela menerima kematian sebagai martir, yang menjadikan murid seurpa dengan Guru yang dengan rela menerima wafat-Nya demi keselamatan dunia, serupa dengan Dia dalam menumpahkan darah. Meskipun hanya sedikit yang diberi, namun semua harus siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang, dan mengikuti-Nya menempuh jalan salib di tengah penganiyaan, yang selalu saja menimpa Gereja (Lumen Gentium, 42).
Catatan akhir. Pada waktu para misionaris datang kembali ke Jepang pada tahun 1860an, mula-mula mereka tidak menemukan jejak Kristianitas di sana. Namun tidak lama setelah itu, para misionaris tersebut menemukan ribuan orang Kristiani yang hidup di sekitar Nagasaki dan mereka sekitar dua abad lamanya dengan diam-diam dan rahasia memelihara iman mereka ……tanpa bimbingan imam samasekali, tanpa perayaan Misa Kudus. Para martir Nagasaki ini dibeatifikasikan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1627. Pada hari Pentakosta tanggal 8 Juni 1862, dihadiri oleh banyak uskup dari segala penjuru dunia, Paus Pius IX mengkanonisasikan ke-26 martir Nagasaki itu menjadi Santo-santo.
Jumlah pemeluk agama Kristiani (baca: Katolik) di Jepang hari ini pun tidak besar, namun Gereja di Jepang dihormati dan memiliki kebebasan penuh secara total. Memang pekabaran Injil di Timur Jauh lambat dan sulit. Maka iman seperti yang ditunjukkan oleh 26 orang martir Nagasaki 1597 masih diperlukan pada hari ini.
Petikan dari Lumen Gentium di atas menunjukkan bahwa penganiayaan selalu saja menimpa Gereja. Kemartiran merupakan karunia yang luarbiasa. Pada hari ini kita memperingati 26 orang martir Nagasaki yang dihukum mati sekitar lebih dari empat abad lalu. Seandainya kita di Indonesia pada zaman yang sangat modern ini menghadapi situasi serupa – apa pun dapat terjadi di negeri tercinta ini – maka semoga sebagai murid-murid Kristus, kita pun dapat mengikuti teladan yang telah diberikan para pendahulu kita itu: mati sebagai saksi Kristus sejati. Para martir Nagasaki, doakanlah kami.
Cilandak, 31 Januari 2010 (Hari Minggu Biasa IV)
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
*)Sebagian besar tulisan ini diambil dari sebagian isi Memorandum Minister Persaudaraan OFS Santo Ludovikus IX No. Min/04/00 tanggal 6 Februari 2000 perihal: MENGENANG PARA MARTIR NAGASAKI.
[1] Marion A. Habig OFM dalam bukunya, IN JOURNEYINGS OFTEN dan Lazaro Iriarte de Aspurz OFMCap. dalam bukunya, FRANCISCAN HISTORY – THE THREE ORDERS OF ST. FRANCIS OF ASSISI jelas-jelas menyebutkan ke tujuh belas orang martir awam itu sebagai anggota Fransiskan Awam (Ordo III); sedangkan dalam buku karangan Thomas Uyttenbroeck OFM yang berjudul SAN PEDRO BAUTISTA AND COMPANIONS – THE PROTOMARTYRS OF JAPAN, hal ini tidak diuraikan dengan jelas.
[2] Provinsialat OFM Filipina juga berlokasi di dalam kompleks gereja ini. Gereja ini dikenal sebagai gereja Frisco, supir taxi pasti tahu.
[3] SANTO PEDRO BAUTISTA, PAULUS MIKI DAN KAWAN-KAWAN – MARTIR-MARTIR DI NAGASAKI 1597 (13 halaman).
[4] Umur mereka masing-masing dicatat secara berlainan, dari buku yang satu ke buku yang lain. Data yang saya pakai di sini adalah yang terdapat dalam buku karangan Uyttenbroeck OFM.
[5] Leonard Foley OFM (Editor), SAINT OF THE DAY –Lives and Lessons for Saints and Feast’s of the New Missal (Revised Edition).