St. Bonaventura [1221-1274] mewariskan banyak catatan mengenai St. Fransiskus [1181-1226] yang memberikan suatu visi mengenai sang pendiri Ordo Fransiskan lewat mata seorang guru di Universitas Paris yang sangat terpelajar dan pada saat yang sama seorang tokoh Gereja (dia adalah seorang Kardinal). Dia menyusun sebuah tulisan yang memberi inspirasi mengenai perjalanan spiritual di mana St. Fransiskus dikedepankan sebagai suatu model kesempurnaan Injili dan kekudusan. Tulisan itu adalah Legenda maior atau Riwayat Hidup St. Fransiskus – Kisah Besar. Ada lagi sebuah riwayat hidup St. Fransiskus yang disusun oleh St. Bonaventura, yaitu Legenda minor. Dalam buku ini St. Bonaventura menggambarkan St. Fransiskus sebagai “seorang pengikut yang mengemuka dari Yesus yang tersalib”.
P. Eric Doyle OFM mengatakan, bahwa dalam artian tertentu, sebenarnya ada suatu kesejajaran antara tulisan-tulisan St. Bonaventura tentang St. Fransiskus dengan refleksi St. Gregorius atas kehidupan dan teladan St. Benediktus. Dalam tulisan St. Gregorius itu kita dapat melihat suatu visi dari seorang pendiri ordo besar lewat mata seorang murid terpelajar yang adalah seorang penulis, diplomat, administrator, dan seorang paus.
Ada sesuatu yang suci dan menyentuh secara mendalam mengenai pengaruh St. Fransiskus atas St. Bonaventura yang tidak mudah diutarakan dengan kata-kata. Di satu sisi ada seorang kecil yang miskin, rendah-hati serta dina yang keinginan satu-satunya hanyalah untuk secara radikal mengikuti jejak Kristus seperti digambarkan dalam Injil. Di sisi lain ada seorang terpelajar dengan latar belakang kehidupan intelektual-akademis yang didorong oleh kekuatan batin untuk mencari hikmat-kebijaksanaan yang kekal-abadi dan damai-sejahtera yang tak berkesudahan. Sangat mungkin sekali bahwa dalam kehidupannya St. Fransiskus tidak pernah membaca buku-buku studi tingkat tinggi. Sebaliknya St. Bonaventura sehari-harinya disibukkan dengan mempelajari tulisan-tulisan para filsuf kuno, karya-karya para Bapak Gereja dan literatur pada masanya sendiri. Jadi, terlihat betapa berbedanya antara sang guru dan muridnya itu.
Namun demikian, menurut P. Eric Doyle OFM, perbedaan itu tidak lain daripada perbedaan modalitas. Dua-duanya mulai dari sumber yang sama, yaitu “Sang Sabda yang menjadi daging”, namun masing-masing mengikuti jalan yang berbeda menuju Bapa surgawi. St. Fransiskus melakukan perjalanan imannya melalui puisi, lagu-lagu, drama, dan ‘kongkow-kongkow’ dengan hewan-hewan dan burung-burung, sehingga akhirnya sampai kepada suatu persatuan kontemplatif dengan Allah. Di lain pihak, St. Bonaventura melakukan perjalanan menuju persatuan dengan Allah tersebut, dimulai dari iman melalui akal-budi, filsafat, dan studi meditatif yang terus-menerus.
St. Bonaventura melihat bahwa dalam diri St. Fransiskus terwujud segalanya yang dia sendiri sedang berjuang untuk mencapainya, yaitu kesempurnaan Injili dan kedamaian kontemplatif. Ia menaruh di kedua kaki St. Fransiskus kuasa dan kekayaan akal budinya yang cemerlang, kreatif dan penuh disiplin, mengambilnya kembali dan mentransformasikannya sekarang dengan suatu kedinaan yang luhur, agar supaya menempatkan semua itu secara total untuk pelayanan Sabda Allah. Ia membawa cita-cita St. Fransiskus ke dalam kehidupan intelektual dan memupuknya di sana keutamaan-keutamaan “kemiskinan”, “kedinaan”, “ketaatan”, dan “kasih”. Dengan cara ini dia mempraktekkan suatu asketisme akal budi dengan devosi yang tak mengenal lelah di mana cinta untuk belajar menjadi satu dengan hasrat Allah sendiri.
Dengan demikian St. Fransiskus bukan saja menjadi model bagi kehidupan St. Bonaventura, akan tetapi juga menjadi suatu sumber yang sangat diperlukan untuk teologi yang dikembangkan olehnya. Doktrin St. Bonaventura tentang sentralitas mutlak dari Kristus, yang diungkapkannya secara begitu ringkas dalam karyanya yang terakhir (“Mediator antara Allah dan Kemanusiaan”), sebagai titik pusat dari segalanya, pada kenyataannya adalah pengalaman religius St. Fransiskus sendiri yang disampaikan olehnya melalui refleksi teologisnya. Tanpa Kristus tidak ada sesuatu pun yang dapat dimengerti atau dipahami. Oleh karena itu, menurut St. Bonaventura, St. Fransiskus dapat dimengerti hanya dalam kaitan hubungannya dengan Yesus Kristus. Kristus berada pada pusat pribadi St. Fransiskus, kehidupannya dan misinya. St. Fransiskus berjuang untuk menepati kesempurnaan Injili yang di atas segalanya menuntut praktek kemiskinan dan kedinaan secara tetap. Dengan ini dia mencapai konformitas total dengan Kristus yang dalam citra-Nya dia diciptakan dan dengan rahmat-Nya dia diciptakan. Konformitas total secara batiniah dari St. Fransiskus pada akhirnya menjadi khasat mata pada tubuhnya, yaitu dalam rupa tanda-tanda stigmata suci. Lagipula, hikmat-kebijaksanaan yang dimiliki St. Fransiskus, dengan hikmat mana dia memahami makna Kitab Suci dan misteri-misteri iman, tidak mempunyai sumber lainnya kecuali pencerahan oleh Kristus sendiri. Oleh terang ilahi dia mengetahui, mengenal arti Allah sebagai ‘Tritunggal Kekal-abadi’ yang dinyatakan dalam peristiwa historis inkarnasi Sabda, makna dari kemanusiaan sebagai diciptakan melalui ‘Sabda yang Tak diciptakan’ dan dalam gambar ‘Sabda yang menjadi daging’, dan makna dari segenap ciptaan sebagai simbol/lambang kebaikan Allah yang tak terbatas. Jadi, struktur Kristologis dan triniter dari teologi St. Bonaventura telah diwujudkan dalam kehidupan suci dari St. Fransiskus.
Unsur yang suci dan menyentuh secara mendalam tentang tempat St. Fransiskus dalam kehidupan dan pemikiran St. Bonaventura adalah bahwa hal itu menyebabkan timbulnya kedinaan paripurna dalam diri St. Bonaventura. Visi yang ditinggalkannya bagi kita adalah sesuatu yang dilihat melalui mata seorang murid yang rendah-hati dan dina. Dalam suatu khotbah kepada para saudara dina di Paris, St. Bonaventura dengan kesederhanaan mengakui: “Saya mengagumi kedinaan St. Fransiskus lebih daripada keutamaan-keutamaan lain yang dimilikinya.” Kekagumannya dan cintakasihnya kepada St. Fransiskus dengan cara pengungkapan yang berbeda-beda dapat ditemukan di banyak tulisannya.
Seorang pakar tentang St. Bonaventura, P. Zachary Hayes OFM mengatakan, bahwa interpretasi St. Bonaventura atas diri St. Fransiskus penting karena hal tersebut telah merupakan suatu pengaruh utama dalam membentuk identitas Ordo selanjutnya. St. Bonaventura menggunakan sebanyak mungkin kuasanya sebagai seorang teolog dan mistikus untuk menyingkap kedalaman religius St. Fransiskus, baik dalam Legenda Maior, Legenda Minor, maupun dalam tulisan-tulisannya yang lain. Apabila karya-karya tulisnya mencerminkan suatu cintakasih dan respek yang mendalam bagi si “kecil miskin dari Assisi”, maka khotbah-khotbahnya tentang St. Fransiskus dalam kurun waktu beberapa tahun itu menunjukkan suatu sensitivitas yang serupa, dan pada saat yang sama mengungkapkan suatu pemahaman teologis tentang kesempurnaan Injili sebagaimana didorong oleh St. Fransiskus. Khotbah-khotbah ini, menurut P. Zachary Hayes OFM, merupakan sumber-daya yang penting dalam upaya seseorang yang berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan Fransiskan dan pantas untuk dibaca secara berhati-hati oleh orang-orang yang sedang mempelajari Fransiskanisme.
Sumber: Eric Doyle OFM, THE DISCIPLE AND THE MASTER – ST. BONAVENTURE’S SERMONS ON ST. FRANCIS OF ASSISI.
Disadur dalam bahasa Indonesia dalam rangka Pesta S. Bonaventura, 15 Juli 2011.
Cilandak, 12 Juli 2011 (dengan sedikit revisi pada tanggal 7 Februari 2013)
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS