BEBERAPA CATATAN TENTANG SANTA ROSA DARI VITERBO (c.1235-1252)
Peringatan 4 September
Ingat saja, Saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: Menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah. ……… “Siapa saja yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan” (1Kor 1:26-29.31).
Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada hal-hal mengenai Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. (1Kor 7:34)
Pada tanggal 4 September, kita memperingati Santa Rosa dari Viterbo (c.1235-1252), seorang perawan anggota Ordo Ketiga (sekular) Santo Fransiskus.
Rosa lahir dalam sebuah keluarga miskin, namun Allah yang Mahakuasa mengerjakan hal-hal menakjubkan dalam jiwanya. Kelihatannya orangtuanya memberikan nama Rosa kepadanya karena dorongan inspirasi ilahi, karena nama itu menjadi lambang yang hidup dari seluruh kehidupannya. Sepanjang hidupnya Rosa seperti sekuntum bunga mawar indah yang mekar-mewangi di taman Gereja dan dalam keadaan masih mekar pula bunga mawar itu diangkat masuk ke dalam Firdaus.
Sebelum mampu berbicara, anak perempuan kecil ini kedapatan sedang mencoba mengeja nama-nama manis dari Yesus dan Maria. Begitu dia dapat berjalan, dia minta dibawa ke gereja dan ke tempat-tempat sepi untuk berdoa. Pada saat dibawa orangtuanya ke pertemuan-pertemuan yang membahas hal-hal rohani, si Rosa kecil ini mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dibicarakan oleh orang-orang dewasa. Pada waktu Rosa baru berumur tiga tahun, lewat cara-Nya yang indah Allah menunjukkan betapa Dia mengasihi Rosa. Suatu ketika salah seorang bibinya meninggal dunia, hal mana mengakibatkan situasi kesedihan luarbiasa di tengah-tengah keluarga yang berkabung. Mereka meratap penuh kesedihan di sekeliling peti jenazah. Rosa begitu tergerak oleh kesedihan mendalam sanak keluarganya itu. Dia mendekati peti jenazah, lalu memandang ke surga di atas dan berdoa hening. Rosa kemudian meletakkan tangannya yang kecil ke atas tubuh bibinya yang sudah wafat itu dan memanggil nama bibinya itu. Perempuan yang sudah mati itu segera membuka matanya dan bangkit guna memeluk keponakannya yang masih kecil itu. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan Allah, bukan?
Belarasa anak kecil ini terhadap orang-orang miskin sungguh luarbiasa. Dia selalu menyisakan makanan untuk diberikan kepada orang miskin dan papa. Pada suatu hari dia pergi keluar rumahnya dengan membawa potongan-potongan roti dalam rok kerjanya, namun dia dipergoki ayahnya. Dengan kasar sang ayah bertanya kepada Rosa apa yang dibawanya. Disertai rasa takut Rosa membuka rok kerjanya itu. Apa yang terlihat di situ? Bunga-bunga mawar yang indah harum mewangi. Ceritanya ini mirip dengan cerita seorang perempuan Fransiskan sekular lainnya, yaitu Santa Elisabet dari Hungaria.
Ketika Rosa berumur tujuh tahun, dia minta untuk boleh tinggal sendiri dalam sebuah ruang kecil di rumahnya. Untuk apa? Untuk berdoa! Dalam ruangan itu Rosa meng-‘habis’-kan waktunya dalam kontemplasi dan praktek pertobatan yang keras. Dia banyak berdoa untuk pertobatan para pendosa. Sementara itu Tuhan Allah sedang mempersiapkan Rosa untuk suatu misi luarbiasa.
Ketika belum mencapai usia sepuluh tahun, Bunda Maria menginstruksikan Rosa untuk bergabung dengan Ordo Ketiga (sekular) Santo Fransiskus. Tidak lama kemudian, Yesus Tersalib bermahkota duri menampakkan diri kepada anak perempuan kecil ini. Darah kelihatan mengalir keluar dari luka-luka-Nya. Melihat semua itu Rosa terkejut sekali. Dia berseru: “O Tuhanku, siapa yang telah membuat-Mu menjadi seperti ini? Tuhan Yesus menjawab: “Kasih-Ku, kasih-Ku yang mendalam telah membuat-Ku begini.” “Tetapi,” tanya Rosa, “siapa yang telah menusuk dan merobek-robek Engkau?” Yesus menjawab: “Dosa-dosa manusia yang melakukannya.” Rosa kemudian berseru sambil menangis: “Dosa, dosa!”. Dia pun lalu melakukan pertobatan dan ulah-tapa untuk pemulihan dosa-dosa dunia. Oleh inspirasi ilahi, Rosa kemudian membawa salib di tangannya dan berjalan kian-kemari di jalan dan alun-alun kota sambil memberitakan kepada orang-orang betapa berat dan menyedihkan penderitaan yang ditanggung Tuhan kita dan betapa jahat, mengerikan dan kejinya dosa itu. Sekali-sekali Rosa keluar dari kamar doanya dan menyerukan agar orang-orang melakukan pertobatan.
Sekali peristiwa Kaisar Frederick (yang telah diekskomunikasikan oleh Sri Paus) dengan pasukannya datang menduduki kota Viterbo. Pada waktu itu Rosa berumur dua belas tahun. Kota Viterbo sebenarnya termasuk kekuasaan negara Kepausan. Karena pendudukan Frederick, Viterbo mulai dilanda kemerosotan moral dan praktek keagamaanpun diabaikan. Praktis sebuah pemberontakan terhadap kewenangan Sri Paus. Dengan berani Rosa menyerukan kepada rakyat untuk tidak tunduk-menyerah kepada sang Kaisar, melainkan untuk memberontak melawannya. Intervensi ini memberikan keberanian kepada Rosa untuk berkhotbah di kemudian hari. Khotbah-khotbah sang misionaris muda-usia ini memang sangat menarik hati rakyat. Rakyat berduyun-duyun datang untuk mendengarkan khotbah-khotbah Rosa. Ketika berkhotbah Rosa berdiri di atas sebuah batu dan orang-orang melihat batu itu terangkat ke atas. Dalam keadaan seperti itu Rosa berkhotbah dengan berapi-api. Namun keberanian Rosa berkhotbah itu menyebabkan dia dan keluarganya diusir oleh pemerintahan sipil di sana. Mereka harus meninggalkan tempat tinggal mereka di Viterbo. Kemudian banyak orang memutuskan untuk melakukan pertobatan dan kembali kepada relasi mereka yang legitim dengan negara Kepausan.
Meninggalkan Viterbo malah membuat peluang kegiatan kerasulan Rosa menjadi lebih besar. Dia berkhotbah di Soriano, disusul dengan Vitorchiano. Di dua tempat ini khotbah-khotbah Rosa sama efektifnya, artinya mendatangkan berkat yang tidak kalah dengan Viterbo. Di Vitorchiano, Rosa berjumpa dengan seorang perempuan-penyihir yang sudah lama menyusahkan penduduk di sana. Rosa meminta kepada tukang-sihir ini untuk bertobat, namun pada awalnya dia tidak mau. Kemudian Rosa menyusun potongan-potongan kayu sehingga menjadi sebuah tumpukan yang besar. Hal ini dilakukannya di alun-alun kota. Kemudian tumpukan kayu itu dibakar dan Rosa melangkah ke dalam api yang berkobar-kobar itu. Dia naik sampai ke puncak tumpukan kayu yang sedang terbakar itu dan berdiam – katakanlah bertahan – di puncak itu selama tiga jam tanpa terbakar atau terkena luka apapun……… sebuah mukjizat! Menyaksikan peristiwa yang dramatis itu, si perempuan-sihir itu sujud di kaki Rosa dan dengan ikhlas dia pun lalu bertobat.
Sementara itu kekuasaan negara Kepausan kembali pulih di Viterbo. Rosa dan keluarganya pun boleh kembali ke kota mereka. Pada waktu itu dia sudah berumur lima belas tahun. Rosa berniat masuk biara para suster Klaris (Ordo II dalam keluarga besar Fransiskan), namun ditolak oleh pihak pimpinan biara. Ada penulis yang mengatakan bahwa Rosa ditolak karena tidak mampu memberikan ‘mas kawin’ (harta benda yang diserahkan kepada pihak biara pada waktu masuk pertama kalinya; suatu adat-kebiasaan pada waktu itu). Reaksi Rosa: “Baiklah, anda tidak mau menerima aku selagi aku masih hidup, namun anda akan menerima aku setelah aku mati.” Ada pula yang mengatakan bahwa pihak pimpinan biara menolaknya, mungkin karena tidak mau ada ‘pengacau’ (troublemaker) di tengah-tengah mereka. Kemudian Rosa dan beberapa kawannya memperbaiki sebuah tempat tinggal yang jauh dari keramaian dengan maksud membuatnya menjadi tempat kediaman mereka sebagai sebuah komunitas. Namun pihak berwenang di Gereja tidak memberikan persetujuan atas rencana Rosa dan kawan-kawannya itu. Rosa pun kembali tinggal di rumahnya sampai dia wafat dua tahun kemudian. Kematiannya diisi dengan hasrat penuh sukacita karena dapat bersatu dengan Allah-nya.
Dua setengah tahun setelah kematiannya, Rosa menampakkan dirinya kepada Paus Alexander IV sebanyak tiga kali. Pada waktu itu Sri Paus sedang berada di Viterbo. Pada penampakan itu Rosa minta kepada Sri Paus agar jenazahnya dipindahkan ke biara para suster Klaris. Ketika peti jenazah dibuka, ternyata tubuh Rosa masih utuh, dan tubuh itu masih tetap utuh sampai hari ini. Di tempat jenazahnya di biara suster Klaris itu masih terjadi mukjizat-mukjizat secara konstan. Pada tahun 1457 Rosa dikanonisasikan sebagai orang kudus Gereja oleh Paus Callistus III.
Untuk direnungkan secara pribadi:
1. Baca kembali petikan pertama dari surat pertama Santo Paulus kepada jemaat di Korintus di awal tulisan ini dan kaitkanlah bacaan itu dengan karya Allah dalam diri seorang anak perempuan yang bernama Rosa yang hidup pada abad ke lima belas ini. Pernahkah anda sebelumnya berpikir bahwa adalah suatu kenyataan bahwa Allah-lah yang bekerja melalui manusia dalam situasi-situasi kehidupan yang kita hadapi? Adakah contoh-contoh lain dalam sejarah Gereja kita yang panjang ini?
2. Pada situasi-situasi tertentu Allah memakai berbagai kekuatan dan kemampuan natural manusia untuk menghasilkan sesuatu yang baik. Kelihatannya hal yang baik itu adalah prestasi seorang anak manusia, namun sebenarnya Allah-lah yang menghasilkan hal-hal baik tersebut. Nabi Yesaya berkata: “Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami” (Yes 26:12). Santo Paulus menulis: “……yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang menumbuhkan” (1Kor 3:6). Maka apa saja karya baik yang dikerjakan manusia, kita harus melihatnya dan mengakuinya sebagai karya Allah dan kita pun sepantasnya bersyukur kepada-Nya untuk karya baik itu. Kita tidak pernah boleh mencuri kemuliaan Allah, meskipun orang-orang lain melihat dan memuji-muji hasil karya kita yang banyak mendatangkan kebaikan bagi banyak orang. Kita hanyalah saluran berkat Allah. Allah berkenan menyalurkan kebaikan-Nya lewat diri kita. Pernahkah kita bersyukur kepada-Nya untuk itu?
3. Kita dapat saja menolak untuk dipakai Allah, karena Allah kita sangat menghargai kehendak bebas manusia ciptaan-Nya. Namun di lain pihak kita dapat mengambil sikap seperti Rosa yang menyerahkan dirinya menjadi instrumen untuk apa saja yang Allah kehendaki lewat/dari dirinya. Di sini kita diingatkan oleh apa yang ditulis oleh nabi Yesaya: “Celakalah orang yang berbantah dengan Pembentuknya; dia tidak lain dari beling periuk saja! Adakah tanah liat berkata kepada pembentuknya: “Apakah yang kaubuat?” (Yes 45:9). Juga apa yang ditulis oleh Yesus bin Sirakh: “Seperti tanah liat di tangan penjunan, – sebab segenap tingkah laku-Nya sesuai dengan perkenanan-Nya – demikianlah manusia di tangan Penciptanya untuk memberikan kepada mereka menurut keputusan-Nya” (Sir 33:13). Seringkalikah kita menolak bekerjanya rahmat Allah dalam diri kita? Maukah kita mengubah diri?
Sumber: Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN SAINTS & R. Chervin, TREASURY OF WOMEN SAINTS.
Jakarta, 4 September 2009
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS