ALLAH ADALAH KASIH (1) *)
Pada awal tahun 1990’an di Gedung Patra Jasa diselenggarakan sebuah pertemuan kebangunan rohani yang dihadiri oleh ratusan umat Katolik. Pengkhotbah dalam Misa Konselebrasi adalah Pater Robert DeGrandis SSJ yang datang dari Amerika Serikat. Pater DeGrandis bertanya kepada umat yang hadir, kiranya ayat mana dalam Kitab Suci yang paling penting. Beberapa orang mencoba memberi jawaban, tetapi semua dinyatakan keliru oleh Pater DeGrandis. Lalu seorang imam Yesuit sahabat lama saya (dia berasal dari West Progo) yang adalah salah seorang konselebran dalam Misa Kudus itu mengangkat tangannya. Dengan penuh semangat (dan PD) dia menyerukan dengan cukup keras ayat Yoh 3:16. Ternyata jawaban romo tersebut juga dinyatakan keliru oleh Pater DeGrandis. Kemudian Pater DeGrandis memberikan jawabnya, yaitu berupa sebuah petikan dari surat pertama Santo Yohanes: “Allah adalah kasih!”
Pada awal tahun 1990’an di Gedung Patra Jasa diselenggarakan sebuah pertemuan kebangunan rohani yang dihadiri oleh ratusan umat Katolik. Pengkhotbah dalam Misa Konselebrasi adalah Pater Robert DeGrandis SSJ yang datang dari Amerika Serikat. Pater DeGrandis bertanya kepada umat yang hadir, kiranya ayat mana dalam Kitab Suci yang paling penting. Beberapa orang mencoba memberi jawaban, tetapi semua dinyatakan keliru oleh Pater DeGrandis. Lalu seorang imam Yesuit sahabat lama saya (dia berasal dari West Progo) yang adalah salah seorang konselebran dalam Misa Kudus itu mengangkat tangannya. Dengan penuh semangat (dan PD) dia menyerukan dengan cukup keras ayat Yoh 3:16. Ternyata jawaban romo tersebut juga dinyatakan keliru oleh Pater DeGrandis. Kemudian Pater DeGrandis memberikan jawabnya, yaitu berupa sebuah petikan dari surat pertama Santo Yohanes: “Allah adalah kasih!” Umat tertegun sejenak, kemudian terdengarlah kasak-kusuk sebentar di antara mereka. Kalau saya tidak salah ingat mulailah satu-dua orang bertepuk tangan, kemudian disambut dengan tepuk tangan yang riuh rendah oleh para hadirin lainnya.
Nah, dalam kesempatan ini saya mau mencoba membahas sebuah topik yang sudah diketahui oleh semua orang Kristiani, yaitu “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8.16). Hal ini sudah kita ketahui sejak sekolah minggu dulu, sangat sederhana, namun sangat hakiki dalam spiritualitas Fransiskan.
ANGGARAN DASAR TANPA BULLA XXIII
Santo Fransiskus tidak pernah lelah berbicara mengenai kebaikan Allah. Dia tidak dapat memikirkan nama-nama yang cukup untuk diberikan kepada Allah. AngTBul XXIII berisikan “Doa dan Ucapan Syukur” yang dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan Santo Fransiskus mengenai kebaikan Allah yang berlimpah-limpah. Berikut ini adalah petikan dari sebagian isi AngTBul XXIII:
Marilah kita semua mencintai Tuhan Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan sepenuh daya pengertian dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah dan segenap perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan sepenuh hasrat dan kemauan. Dia sudah dan masih masih memberikan kepada kita semua seluruh badan kita, seluruh jiwa dan seluruh hidup kita. ………
Maka janganlah kita menginginkan dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan menggembirakan kita, kecuali Pencipta dan Penebus serta Penyelamat kita, satu-satunya Allah yang benar; Dialah kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan, seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi; Dialah satu-satunya yang baik, penyayang, pemurah, manis dan lembut; Dialah satu-satunya yang kudus, adil, benar, suci dan tulus, satu-satunya yang pemurah, tak bersalah dan murni; ………
Maka apa pun tidak boleh mencegah, merintangi dan menghalangi; di mana pun, di segala tempat, pada setiap saat dan setiap waktu, setiap hari dan senantiasa, hendaklah kita semua mengimani dengan sungguh-sungguh dan dengan rendah hati menyimpan dalam hati dan mengasihi, menghormati, menyembah, mengabdi, memuji dan memuliakan, meluhurkan dan menjunjung tinggi, mengagungkan dan mensyukuri Allah yang kekal, mahatinggi dan mahaluhur, tritunggal dan keesaan, Bapa, Putera dan Roh Kudus, pencipta segala sesuatu, penyelamat semua orang yang menaruh kepercayaan, harapan dan kasih kepada-Nya; ……… (AngTBul XXIII: 8.9.10-11).
ALLAH ADALAH BAPA KITA YANG PENUH KASIH
Di atas segalanya, Fransiskus memikirkan Allah sebagai Bapa kita yang baik. Fransiskus menemukan kembali Kristus dalam Injil. Di dalam Injil, Fransiskus menemukan Kristus yang terus-menerus menyapa Allah di surga sebagai Bapa-Nya, melakukan segala hal demi cintakasih kepada Bapa-Nya. Kristus membuat kita menjadi saudara dan saudari-Nya. Kristus memberikan kepada kita Bapa-Nya sendiri!
ALLAH ITU BAIK
Kebaikan Allah merupakan prinsip fundamental dari spiritualitas Fransiskan. Ini adalah alasan bagi segala kegiatan; ini adalah jawaban yang pertama dan terakhir untuk segala persoalan. Ini adalah ide/gagasan yang harus menggerakkan seorang Fransiskan sebelum ide-ide lainnya. Tentunya memang benar bahwa Allah adalah Mahakuasa, Mahabijaksana, Mahatahu, Allah adalah Hakim, dll. Akan tetapi spiritualitas Fransiskan memilih untuk memberikan penekanan kepada cintakasih-Nya dan kebaikan-Nya.
Allah memiliki segala kebaikan, keindahan, kebahagiaan yang dapat dibayangkan oleh pikiran manusia dan sesungguhnya Dia memiliki segala yang disebutkan itu lebih, lebih dan lebih lagi …… tanpa batas. Kebaikan Allah itu tak terhingga, abadi, dan tak dapat dibayangkan. Allah adalah cintakasih tak terhingga. Dan Allah ingin agar kita ikut ambil bagian dalam kebaikan-Nya itu!
CINTAKASIH
Dalam memorandum Minister Persaudaraan Santo Ludovikus IX yang pertama di tahun 1997, dicoba untuk dilakukan penerjemahan apa yang dikatakan Paus Pius XII tentang ‘doktrin Fransiskan’: “Lalu ada suatu doktrin Fransiskan yang mengatakan bahwa Allah itu kudus, Allah itu agung dan di atas segalanya Allah itu baik, sesungguhnya Mahaluhur. Karena dalam doktrin ini Allah adalah kasih. Dia hidup dengan cintakasih, menciptakan demi cintakasih, menjadi daging dan menebus, yaitu menyelamatkan dan membuat kudus, demi cintakasih.”
Kalau 1Yoh 4:8.16 mengungkapkan bahwa “Allah adalah kasih”, maka cintakasih adalah sesuatu yang paling berharga di langit maupun di bumi. Cintakasih adalah kodrat Allah sendiri dan cintakasih merupakan perintah utama dari kehidupan manusia. Sekarang pertanyaannya adalah, “Apakah cintakasih itu?” Tidaklah mudah dan pasti tidak lengkap kalau pun dicoba untuk didefinisikan apa artinya cintakasih itu. Baiklah sekarang kita lihat uraian berikut ini.
Mengasihi seseorang dapat dikatakan menginginkan dan menghendaki sesuatu yang baik bagi orang itu.
1. Jadi, bukan ‘memberi’, karena saya sesungguhnya mungkin tidak mampu untuk memberikan kepada orang itu apa yang saya mau berikan.
Seorang ibu tidak dapat memberikan kesehatan kepada bayinya yang sedang menghadapi ajal; seseorang tidak dapat memberikan karunia iman kepada sahabatnya, dan seseorang yang memang sedang dalam keadaan ‘kantong kempes’ tidak dapat memberikan uang kepada orang lain yang memerlukan, meskipun dia ingin sekali membantu. Tetapi dalam semua kasus yang disebutkan itu tetap dapat ada cintakasih yang mendalam dan dilandasi kemurahan hati.
2. Menginginkan dan menghendaki sesuatu yang baik bagi orang itu.
Kita tidak selalu dapat memberikan apa yang dikehendaki seseorang. Misalnya kita harus membuat suatu penilaian (judgment) tentang apakah yang sungguh baik bagi orang itu. Seorang ibu tidak akan membiarkan anaknya makan sesukanya sendiri; kita tidak dapat membeli obat-obatan terlarang karena seorang sahabat kita sedang ketagihan obat-obatan itu. Namun demikian cintakasih sejati tidak ‘disipliner’ dan otoriter, memaksakan nilai-nilai yang kita anut kepada diri orang lain.
3. Cintakasih memenuhi kebutuhan orang-orang lain, baik secara fisik, dengan melibatkan emosi, secara spiritual dan secara manusiawi. Mengasihi berarti waspada terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain dengan sekaligus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan orang lain itu, bermurah-hati dan tidak mementingkan diri sendiri dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain itu.
Namun kita pun harus realistis dalam mengasihi orang lain. Kita selalu berhadap-hadapan dengan kendala tempat dan waktu. Kita tidak dapat berada di segala tempat pada saat yang bersamaan. Ketika hidup di dunia, Yesus juga tidak dapat berada di segala tempat pada saat yang bersamaan. Dia hanya dapat melayani orang-orang sesuai dengan waktu yang tersedia bagi diri-Nya. Demikian pula halnya dengan kita. Kita masing-masing mempunyai batasan atau kendala fisik, emosional, intelektual dan manusiawi. Kita juga dibatasi dengan kewajiban-kewajiban kita yang telah ada pada kita. Misalnya, seorang ibu rumah-tangga tidak dapat menggunakan seluruh waktunya untuk memperhatikan dan melayani para gelandangan kalau keluarganya sendiri membutuhkan dia.
Semua uraian di atas itu baik, namun sekarang kita mau mencoba untuk lebih mendalaminya lagi. Bunda Teresa dari Kalkuta menceritakan sebuah pengalamannya sebagai berikut: Pada suatu hari dia membawa makanan kepada sebuah keluarga yang sedang kelaparan. Sang ibu rumah-tangga mohon diri sebentar. Ketika ibu itu kembali, Bunda Teresa bertanya apakah gerangan yang dilakukan ibu itu. Ternyata dia baru saja memberikan separuh dari makanan yang diterimanya dari Bunda Teresa kepada sebuah keluarga lain yang juga sedang menderita kelaparan. Artinya keluarga ibu itu sendiri akan tetap menderita kelaparan.
Sebuah pengalaman yang sungguh mengharukan. Akan tetapi dari cerita ini kita dapat merasakan adanya sesuatu yang kurang pada uraian terdahulu, karena cintakasih ternyata ikut ambil bagian dalam Roh Allah sendiri. Ternyata ada misteri dalam cintakasih, karena cintakasih itu ilahi.
Allah tidak terikat pada/oleh batasan-batasan. Dengan demikian, kebaikan yang ada dalam Tritunggal Mahakudus itu tanpa batas, tak terhingga, total. Cintakasih Allah itu bagaikan aliran air deras yang lebih luas daripada alam semesta dan berada dalam persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus, aliran mana kemudian tertuang ke dunia secara keseluruhan.
Yesus dari Nazaret adalah tanda dari cintakasih ini. Dia adalah Sabda yang menjadi daging, Firman yang menjadi manusia (lihat Yoh 1:14). Dia sungguh manusia seperti kita semua, kecuali dalam hal dosa (lihat Ibr 4:15). Cintakasih Yesus bersifat ilahi. Dia memberikan segala yang dimiliki-Nya, bahkan hidup-Nya sendiri. Akan tetapi, pada saat yang sama cintakasih-Nya adalah manusiawi juga. Dia harus membuat penilaian mengenai apa yang mau diberikan-Nya, kapan memberikan-Nya, apa yang tidak mau dilakukan-Nya, apa yang bijaksana sekarang, apa yang bijaksana besok. Dia harus mempertimbangkan apa sesungguhnya kebutuhan-kebutuhan orang-orang lain dan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.
Kalau cintakasih tidak dihalang-halangi oleh egoisme, maka cintakasih itu akan menyebar seperti api. Cintakasih akan memancarkan sinarnya dan kehangatannya ke segala penjuru. “Semakin bahagia diriku, semakin mau pula aku bercerita kepada orang lain, untuk berbagi kebahagiaanku dengan mereka.” Allah yang adalah cintakasih itu sendiri juga mau berbagi kebaikan-Nya dengan manusia. Dia tidak dipaksa atau merasa terpaksa, tetapi Dia memang mau berbagi cintakasih-Nya, mau berbagi kebaikan-Nya. Dia ingin menjadi Bapa kita. Dia ingin memberikan kepada kita hidup-Nya, kebaikan-Nya dan kebahagiaan-Nya.
PEMBERIAN ALLAH YANG PALING AGUNG
Pemberian/karunia Allah yang paling agung adalah kehidupan, bukan hanya kehidupan insani tetapi ikut ambil bagian dalam kehidupan-Nya sendiri. Inilah misteri yang dinamakan rahmat.
Yesus menunjukkan kepada kita kehidupan rahmat, yaitu cintakasih Allah. Yesus membuat diri kita diciptakan baru oleh Roh-Nya sendiri sehingga dengan demikian kita dapat menjalani kehidupan Allah sebagai manusia, seperti dulu halnya Dia sebagai Yesus dari Nazaret. Allah tidak memberikan Yesus manusia yang hidup 2.000 tahun lalu. Di juga tidak memberikan Kristus yang sudah mengalami kebangkitan, di atas altar. Yang diberikan adalah Roh Kudus, dalam diri kita masing-masing.
Apabila kita membuka diri kita, kita pun akan diubah menjadi ciptaan baru. Tidak ada kekuatan perubahan yang lebih ampuh daripada cintakasih. Seorang laki-laki atau perempuan yang sedang jatuh cinta menjadi seorang pribadi baru. Demikian pula dengan kita, kalau kita membiarkan anugerah luarbiasa Allah yang berupa kehidupan-Nya sendiri memenuhi kesadaran kita.
HATI FRANSISKAN
Tadi telah dikatakan, penekanan pertama spiritualitas Fransiskan adalah fakta bahwa “Allah adalah kasih.” Yang kedua, bahwa Kristus adalah Saudara kita dalam cintakasih Allah dan kita semua adalah saudara dan saudari Kristus. Santo Fransiskus menemukan kembali kebenaran sederhana dari Injil: Kristus tidak hanya Allah; Dia juga manusia. Dia benar manusia dengan tubuh yang sesungguhnya, pikiran yang sesungguhnya, kehendak yang sesungguhnya, emosi yang sesungguhnya. Seperti semua saudara-saudari-Nya, minus dosa dan akibat pribadi dari dosa. Yesus, Sang Sabda yang menjadi daging sebagai tanda cintakasih Allah menjadi Saudara kita sehingga kita selamanya dapat menyapa Allah sebagai Bapa (bdk. Yoh 1:12).
Secara sederhana kehidupan Injili adalah mengasihi seperti Yesus (sebagai manusia) mengasihi, mengetahui bahwa cintakasih Allah-lah yang berdenyut/berdebar dalam diri kita masing-masing. Hidup Injili adalah mengasihi orang-orang, teristimewa orang-orang yang kita temui, orang-orang yang hidup dengan kita. Nah, OFS memberikan kepada kita semua suatu komunitas khusus, yaitu sebuah persaudaraan di mana kita masing-masing dapat dibantu mengalami dan memberi kesaksian tentang cintakasih seperti-Fransiskus-Kristus ini.
ALLAH ADALAH KASIH
Janganlah kita pernah lupa akan tema-sentral dalam kehidupan yang kita jalani sehari-hari, yaitu bahwa di belakang semua, di dalam semua, melalui semua itu, adalah “Allah yang adalah kasih”, yang terus-menerus memancarkan kebaikan-Nya secara berlimpah-limpah. Tanggapan kita terhadap masalah hidup kita sehari-hari – baik atau buruk – adalah : “Terpujilah Allah karena Dia Baik.”
PERTANYAAN-PERTANYAAN:
1. Apakah yang dimaksud dengan ‘mengasihi’?
2. Apakah anda melihat adanya ‘misteri’ dan juga ‘kesederhanaan sehari-hari’ dalam hal ‘mengasihi’?
3. Apakah pemberian Allah yang paling agung?
4. Apakah ide anda tentang cintakasih?
5. Dapatkah anda menyebutkan nama orang-orang yang memberikan anda ide tentang cintakasih?
6. Apa arti Allah sebagai Bapa dalam kehidupan anda?
7. Apa arti cintakasih seorang ayah bagi anda?
8. Apakah kualitas paling agung dari seorang ayah?
9. Pernahkah anda berpikir tentang Kristus sebagai Saudaramu?
10. Bagaimanakah anda dapat mengasihi Dia?
Cilandak, 8 April 2010
*) Tulisan ini mengambil alih isi utama dari Memorandum Minister Persaudaraan OFS Santo Ludovikus IX (Sdr. Frans Indrapradja, OFS) No. Min/02/97 tanggal 12 Februari 1997 dengan judul yang sama. Sumber utama penulisan memorandum pada waktu itu adalah buku karangan Leonard Foley OFM dan Jovian Weigel OFM, THE THIRD ORDER VOCATION, Cincinnati, Ohio: Lay Franciscan Province of St. John Baptist, 1976. Sekitar seperempat abad kemudian buku ini mengalami perbaikan, yaitu dengan diterbitkannya sebuah buku hasil kolaborasi dengan seorang anggota OFS Amerika, Sdri. Patty Normile. Maka terbitlah buku karangan Leonard Foley OFM, Jovian Weigel OFM & Patti Normile SFO, TO LIVE AS FRANCIS LIVED – A GUIDE FOR SECULAR FRANCISCANS, Cincinnati, Ohio: St. Anthony Messenger Press, 2000 (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Dalam proses penyalinan memorandum ini saya melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan dengan memperhatikan kedua buku yang baru disebutkan. Bahan ini dapat digunakan untuk para aspiran, setelah kepada mereka diperkenalkan riwayat hidup Santo Fransiskus dari Assisi.