Yang pertama-tama harus kita camkan adalah, bahwa Misteri Inkarnasi ini merupakan salah satu intervensi terbesar Allah dalam sejarah umat manusia. Dari waktu dosa pertama yang dibuat oleh Adam dan Hawa sampai pada Hari Natal pertama, Allah telah mempersiapkan jalan bagi umat manusia untuk kembali kepada-Nya. Sekarang Yesus telah datang ke dunia, maka kepenuhan rencana Allah yang besar pada akhirnya akan berbuah selagi Dia mempersiapkan kedatangan-Nya kembali ke dunia dalam kemuliaan.
INKARNASI adalah salah satu dari lima pilar penunjang spiritualitas Fransiskan, di samping SENGSARA YESUS, EKARISTI, KITAB SUCI dan MARIA. Masa Adven/Natal memang merupakan masa yang istimewa untuk merenungkan MISTERI INKARNASI ini.
Yang pertama-tama harus kita camkan adalah, bahwa Misteri Inkarnasi ini merupakan salah satu intervensi terbesar Allah dalam sejarah umat manusia. Dari waktu dosa pertama yang dibuat oleh Adam dan Hawa sampai pada Hari Natal pertama, Allah telah mempersiapkan jalan bagi umat manusia untuk kembali kepada-Nya. Sekarang Yesus telah datang ke dunia, maka kepenuhan rencana Allah yang besar pada akhirnya akan berbuah selagi Dia mempersiapkan kedatangan-Nya kembali ke dunia dalam kemuliaan.
Dalam tulisan singkat ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan misteri inkarnasi dalam doa, hal mana akan memberikan kepada kita pemahaman yang lebih mendalam tentang rencana Allah yang terwujud dalam kelahiran Yesus Kristus – dan masih terus berkelanjutan sampai hari ini. Mencoba memandang dan memahami dengan cara seperti ini dapat memenuhi hati kita dengan hasrat akan terwujudnya intervensi Allah yang bersifat final, yang paling spektakular, yaitu kedatangan kembali Yesus dalam kemuliaan dan penuh kemenangan.
Permenungan kita atas bacaan-bacaan dalam Perjanjian Lama dapat mengungkapkan bagaimana rencana Allah terlaksana dan membawa kita kepada penebusan. Demikian pula, permenungan atas misteri inkarnasi dapat mengungkapkan bagaimana Allah bekerja selama 2.000 tahun ini untuk mempersiapkan umat-Nya akan kedatangan kembali Yesus Kristus kelak. Pada hari yang mahapenting itu, kita semua akan dipersatukan dengan Yesus. Setiap dosa akan dikalahkan. Setiap tetes air mata akan dihapus. Semua tujuan Allah bagi diri kita dipenuhi, dan kita dengan bebas akan minum dari sungai-sungai air kehidupan.
Sementara Saudari dan Saudara membaca uraian-uraian dalam tulisan ini, angkatlah hati anda kepada/bagi Yesus dan bersyukurlah kepada-Nya karena mau/rela menjadi manusia seperti kita. Kita pun pantas berterima kasih penuh syukur karena Bapa surgawi begitu mengasihi kita, sehingga sudi memulihkan relasi kita dengan-Nya dan membebas-merdekakan dunia dari cengkeraman Iblis. Marilah kita memperkenankan rencana-pemulihan Allah itu memenuhi diri kita dengan rasa takjub penuh kekaguman. Biarlah kerelaan hati Yesus untuk lahir di dunia sebagai seorang anak manusia membuat kita juga menjadi rendah hati. Marilah kita mohon supaya ketaatan paripurna dari Yesus kepada Bapa-Nya juga memenuhi diri kita dengan pengharapan. Cobalah kita pikirkan: Jikalau Dia rela untuk datang ke tengah-tengah kita dalam kerendahan hati/kedinaan demi pemulihan hubungan kita dengan Bapa surgawi, maka tidak meragukan lagi bahwa Dia pun akan memenuhi janji-Nya untuk datang kembali dalam kemuliaan – untuk membawa kita ke kerajaan-Nya yang kekal.
Pemulihan hubungan kita dengan Bapa surgawi. Inkarnasi Yesus Kristus, Putera Allah yang kekal, menandakan suatu titik-balik dalam hal pemulihan relasi umat manusia dengan Allah. Pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah berjanji untuk memperbaiki segala kerusakan yang disebabkan oleh dosa (lihat Kej 3:15). Allah sangat mengetahui bahwa kita-manusia tidak dapat memperbaiki sendiri kesalahan-kesalahan kita. Itulah sebabnya mengapa Dia mengutus Putera-Nya yang tunggal – Yesus – kepada kita di dunia, yaitu untuk menjembatani kesenjangan yang terjadi karena dosa pertama akibat ketidakpercayaan serta ketidaktaatan Adam dan Hawa.
Kita dapat membayangkan apa yang dipikirkan, direncanakan dan dilakukan Allah untuk mewujudkan rencana-pemulihan-Nya ini. Kita juga dapat membayangkan betapa total komitmen Bapa surgawi kepada kita. Melalui misteri inkarnasi, dengan kebebasan penuh Ia memperbaiki relasi antara kita dengan diri-Nya yang sudah rusak itu. Dengan bebas Ia membuka pintu gerbang surga sehingga kehidupan kekal dapat mengalir dalam diri kita, melalui diri kita kepada seluruh dunia.
Semua ini adalah kebenaran-kebenaran indah, namun kita masih menghadapi begitu banyak godaan setiap hari – baik dari dunia maupun dari kodrat kita yang cenderung untuk jatuh ke dalam dosa. Dosa-dosa kita mungkin saja sudah diampuni, namun kita masih dapat merasa terbebani oleh rasa bersalah. Yesus dapat saja telah memulihykan relasi kita dengan Bapa surgawi, namun kita semua mengalami saat-saat di mana Allah kelihatan atau terasa sangat jauh dari kita. Tidak demikian halnya pada hari kedatangan Yesus kembali ke dunia. Pada hari itu kita mengalami pemulihan secara penuh. Segala dosa akan dimusnahkan, dan segala jalan yang membuat kita jatuh ke dalam dosa akan diatasi. Kita tidak lagi akan memandang diri kita sendiri sebagai para pendosa yang lemah, melainkan sebagai anak-anak Allah terkasih dan para pewaris-bersama Kristus. Kita akan memandang diri kita sendiri, dan antara kita satu-sama-lain sebagai orang-orang yang mulia dan kekasih Allah, yang telah dipulihkan martabatnya sebagai mahkota ciptaan.
Kasih. Ketika kita berdoa merenungkan misteri inkarnasi, secara hampir otomatis kita akan ditarik kepada suatu rasa kagum serta haru akan kasih Allah yang tak berkesudahan. Kita patut mempertanyakan hal-hal seperti berikut: Apakah aku memahami bahwa segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada sesuatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan? (lihat Yoh 1:3). Jadi, jauh sebelum Ia datang ke dunia dan berjalan di tengah-tengah manusia – sebagai sang Rabi dari Nazaret – Anak Yusuf si tukang kayu? Apakah aku memahami kebenaran, bahwa walau pun dalam rupa Allah, Yesus Kristus tidak menganggap keseteraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia? (lihat Flp 2:6-7). Apakah aku mengerti bahwa dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu Salib? (lihat Flp 2:8).
Kasih Allah kepada kita memang tidak mengenal batas. Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal ke dunia, bukan untuk menghukum melainkan untuk menyelamatkan kita-manusia (lihat Yoh 3:16-17). Selagi kita merenungkan nas-nas Kitab Suci ini, baiklah kita memperkebnankan kasih Allah mengalir dalam semua bagian diri kita. Kita mohon agar Dia berkenan mencuci-bersih diri kita dalam kasih-Nya ini, sebagaimana Yesus telah membasuh kaki para murid-Nya (lihat Yoh 13:3-5; bdk. Yeh 47:1-5). Marilah kita juga minta kepada-Nya agar diberi minum kasih-Nya seperti yang telah diberikan-Nya kepada perempuan Samaria berupa air hidup (lihat Yoh 4:10).
Kerendahan-hati (kedinaan) dan ketaatan. Yesus adalah pengarang kehidupan dan Tuhan (yang tidak diciptakan) dari keseluruhan ciptaan. Namun demikian, Ia memilih untuk menjadi seorang bayi yang tak berdaya dan menundukkan diri-Nya kepada kedua orangtuanya yang hanya manusia biasa saja (makhluk ciptaan). Artinya, Yesus harus makan dan tidur, merasakan sakit, haus dan lapar. Ia tahu bagaimana merasakan kesepian, sedih dan takut. Yesus adalah seorang insan paripurna, seperti kita sendiri. Dia harus membuat banyak sekali keputusan dalam satu hari kehidupan-Nya. Dia juga digoda seperti kita-manusia, tetapi tidak pernahlah Ia membuat suatu keputusan untuk berdosa. Penulis ‘Surat kepada Orang Ibrani’ mengungkapkan hal ini dengan jelas: “Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15). Yesus mengetahui apa yang kita alami setiap hari. Dia tahu benar betapa sulit bagi kita untuk mengikuti jalan Allah, namun Ia berjanji untuk tidak akan membuang diri kita selagi kita menjalani jalan menuju surga.
Misteri inkarnasi menunjukkan kepada kita betapa penting kita ini di mata Allah. Meskipun Allah dapat saja menolak kita, Dia tetap memulihkan serta menyelamatkan kita secara lengkap, menawarkan kepada untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan kekal-Nya. Dia merendahkan diri-Nya untuk mengangkat diri kita. Dia menjadi seorang hamba (budak) agar kita dapat memerintah bersama dengan Dia. Dia menjadi tidak ada apa-apanya sehingga kita dapat menerima segala-Nya. Yang lebih menakjubkan adalah, bahwa Dia ingin agar kita mulai mengalami warisan di sini dan pada saat ini, bahkan selagi kita menanti-nanti penyingkapan secara penuh pada akhir zaman.
Memang sungguh sulit dan berat bagi kita untuk mengukur kerendahan hati yang terlibat dalam keputusan Yesus menjadi manusia dan taat, bahkan taat sampai mati. Mengapa begitu sulit? Terutama karena kita biasa berjuang dengan kebanggaan dan hasrat untuk taat kepada hikmat-kebijaksanaan kita sendiri, bukan hikmat Allah. Akan tetapi, apabila Yesus datang kembali, kita tidak mengalami perjuangan seperti itu. Kita tidak lagi taat-patuh karena takut dihukum, melainkan karena kita memiliki hasrat mendalam untuk mengasihi Dia yang telah begitu mengasihi kita (bdk. 1Yoh 4:19). Kita tidak lagi menggumuli betapa sulitnya menjadi rendah-hati, karena kita akan melihat para saudari dan saudara kita dipulihkan kembali secara penuh kepada martabat mereka dan secara alami akan menghormati mereka. Dengan perkataan lain, kita akan menjadi serupa dengan Yesus yang rendah hati dan taat, sebagaimana Dia dahulu hidup di muka bumi ini.
Penyiapan jalan untuk Tuhan. Berabad-abad lamanya Allah mempersiapkan jalan bagi Yesus untuk datang ke tengah dunia dalam rupa seorang bayi manusia. Sejak hari Natal Pertama, Allah telah melimpah-limpahkan rahmat-Nya untuk membentuk Gereja menjadi seorang mempelai perempuan yang cantik bagi Putera-Nya. Dengan menggunakan banyak cara, sekarang pun Allah bekerja untuk mempersiapkan kedatangan Yesus kembali dalam kemuliaan-Nya.
Bagi sebagian dari kita, hal ini mungkin berarti melakukan evangelisasi kepada sesama kita. Bagi sebagian lainnya, hal ini dapat berarti bekerja di bidang “justice & peace”. Bagi yang lain lagi mungkin hal ini diwujudkan dalam tindakan-tindakan menolong orang-orang sakit atau lansia. Bagi yang lain lagi, barangkali hal ini berarti secara sederhana menunjukkan suatu sikap damai-sejahtera, justru dalam situasi-kondisi tempat kerja yang penuh dengan ketegangan dan konflik. Atau, sekadar melakukan tindakan-tindakan kecil pelayanan untuk teman atau anggota keluarga yang membutuhkan pertolongan atau pendampingan. Ada banyak cara yang digunakan Allah untuk memanggil kita, karena ada begitu banyak cara yang diinginkan-Nya agar kehadiran-Nya dan Injil-Nya dikenal oleh dunia sebelum kedatangan kembali Yesus kelak.
Sebuah pesan penutup. Saudari dan Saudaraku yang dikasihi Kristus, Allah sungguh ingin agar air-hidup-Nya mengalir pada Masa Adven dan Natal. Ia telah berjanji bahwa apabila anda datang kepada-Nya dan minum, maka anda akan datang kepada suatu pengalaman pribadi yang semakin mendalam akan kasih Allah bagi diri anda. Pengalaman ini akan menyebabkan anda semakin mengasihi diri-Nya.
Saya berdoa agar anda mengalami Hari Natal yang penuh berkat. Saya berdoa agar setiap rintangan yang menghalangi perjalanan anda ke sungai air kehidupan akan dipatahkan dalam hati anda. Saya juga mohon agar Yesus menyingkapkan kepada anda aspek-aspek yang lebih mendalam dari misteri inkarnasi-Nya. Saya akan berdoa pula agar pada Hari Raya Natal ini kita semua sujud menyembah Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita, mata air kehidupan kita. Selamat Hari Raya Natal !!!
Guci, Jawa Tengah, 21 Desember 2010
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS