Fransiskus bertemu dengan Yesus dan Injil dalam diri makhluk ciptaan hina-dina yang ada di sekitar dirinya dan dia menemukan dalam diri mereka suatu sumber kegembiraan sejati. Selama hidupnya yang relatif singkat itu Fransiskus menghadapi berbagai perjuangan, namun dia tidak pernah mundur dari keyakinannya, bahwa Injil adalah buku pedoman untuk suatu kehidupan yang penuh dan bijaksana; suatu pengaruh ilahi yang memimpin orang-orang untuk terlibat dalam dunia dengan penuh gairah, dengan semangat yang berkobar-kobar; sebuah peti harta karun yang berisikan sabda-sabda aktual dan kegembiraan abadi.
Dalam bulan Kitab Suci ini (September 1996) saya sungguh mengharapkan keterlibatan positif Saudara-saudari dalam kegiatan-kegiatan Pendalaman Kitab Suci di Paroki/Wilayah/Lingkungan masing-masing. Sangat baik juga bagi kita semua pada saat-saat ini untuk sedikit merenungkan secara sederhana bagaimana pandangan dan sikap Santo Fransiskus dari Assisi terhadap Kitab Suci (khususnya Injil-Injil Tuhan Yesus Kristus) serta penghayatannya.
Berikut ini adalah beberapa catatan mengenai hal itu yang dapat menjadi bahan permenungan kita, baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan anggota keluarga kita (atau teman kost, dll.).
SANTO FRANSISKUS DAN KITAB SUCI
Dalam mengikuti Injil, Fransiskus berusaha keras untuk tidak berkompromi. Kita dengan mudah cenderung mencap Fransiskus sebagai seorang fanatik, seseorang yang terlalu ekstrim. Dengan demikian tidak usah serius diperhatikan dan ditanggapi. Atau, kita dapat menempatkan dia di tempat terhormat sekadar untuk dikagumi saja, tanpa ada harapan untuk mampu mengikuti jejak langkahnya. Namun demikian, meskipun orang-orang pada zamannya mengakui bahwa Fransiskus adalah seorang pribadi yang luarbiasa sucinya, dia tetap sungguh manusiawi selama hidupnya. Dia berjalan di atas bumi seperti kita semua.
Fransiskus bertemu dengan Yesus dan Injil dalam diri makhluk ciptaan hina-dina yang ada di sekitar dirinya dan dia menemukan dalam diri mereka suatu sumber kegembiraan sejati. Selama hidupnya yang relatif singkat itu Fransiskus menghadapi berbagai perjuangan, namun dia tidak pernah mundur dari keyakinannya, bahwa Injil adalah buku pedoman untuk suatu kehidupan yang penuh dan bijaksana; suatu pengaruh ilahi yang memimpin orang-orang untuk terlibat dalam dunia dengan penuh gairah, dengan semangat yang berkobar-kobar; sebuah peti harta karun yang berisikan sabda-sabda aktual dan kegembiraan abadi.
Alkisah ada dua orang mau mengikuti Fransiskus. Kata Fransiskus kepada mereka: “Besok pagi kita akan pergi ke gereja dan di sana kita akan belajar dari Injil bagaimana Tuhan memberi instruksi kepada para murid-Nya.” Dalam kesederhanaan mereka, mereka tidak dapat menemukan ayat-ayat dalam Injil Suci, yang berhubungan dengan ‘meninggalkan dunia’. Oleh karena itu dengan segala ketulusan hati mereka berdoa semoga Allah mau menunjukkan kepada mereka kehendak-Nya dengan kata-kata pertama yang mereka lihat pada waktu membaca Kitab Suci. Fransiskus berlutut di depan altar sambil memegang Kitab Suci. Pada waktu dia membukanya dia membaca ayat-ayat berikut ini, yaitu ayat-ayat yang jelas gamblang dan tanpa kompromi:
(1) Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di Surga” (Mat 19:21);
(2) “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau kantong perbekalan, roti atau uang, atau dua helai baju” (Luk 9:3);
(3) “Jika seorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat 16:24).
Fransiskus berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan konfirmasi atas niatnya yang sudah tertanam dalam hatinya itu. Lalu dia berkata kepada dua orang saudara yang mau mengikutinya itu: “Saudara-saudara, inilah hidup dan ‘Peraturan hidup’ kita. Demikianlah agar begitu juga untuk semua orang yang mau bergabung dengan kita. Nah, pergilah sekarang dan bertindaklah sesuai dengan apa yang engkau telah dengar.”
Nah, Fransiskus yakin (malah terkesan bersikeras) bahwa Injil adalah jalan menuju Allah dam tonggak penunjuk jalan bagaimana seharusnya menjalani hidup ini. Sering kita terkesan bahwa Fransiskus menafsir Kitab Suci secara hurufiah. Ketika kelompoknya kian membesar dan telah memperoleh persetujuan dari Sri Paus, Fransiskus mau agar Injil tetap menjadi ‘Peraturan hidup’ bagi para pengikutnya.
Fransiskus memahami Injil Suci seperti umat Kristiani abad-abad pertama memahaminya. Di masa-masa awal Gereja umat Kristiani tidak memiliki Kitab Suci seperti sekarang, akan tetapi mereka mempunyai pengalaman akan sapaan Roh Yesus pada saat-saat mereka bertemu dengan saudara-saudari Kristiani yang lain, pada saat-saat mereka mendengarkan sabda-sabda Yesus dan saat-saat mereka menyaksikan pengulangan tindakan-tindakan Yesus oleh sesama anggota Gereja, pada saat-saat mereka bersama-sama berkumpul untuk beribadat bersama, misalnya pada waktu bertemu Yesus dalam Perayaan Ekaristi.
Fransiskus ingin melihat dalam dirinya sendiri dan juga dalam diri para pengikutnya ‘Injil yang menjadi daging’, sehingga dengan demikian memiliki kredibilitas (dapat dipercaya) di mata saudara-saudari yang tidak/belum beriman Kristiani dan juga bagi orang yang mengatakan dirinya sudah percaya tapi masih ‘jaga jarak’ dengan Injil Tuhan Yesus Kristus. Fransiskus dan kawan-kawannya sungguh berjuang untuk menepati Injil Tuhan Yesus Kristus dalam semangat dan dalam perbuatan nyata.
BAHAN-BAHAN UNTUK RENUNGAN PRIBADI ATAU DISKUSI DALAM KELOMPOK KECIL:
· Ingat-ingatlah nas-nas atau cerita-cerita dalam Injil yang paling berpengaruh dalam kehidupan Saudara/saudari. Pilihlah salah satu nas/cerita dan renungkanlah segala jalan yang anda telah tempuh dalam perjalanan hidup ini karena di ‘arah’-kan oleh nas atau cerita dalam Injil ini.
· Tentukan seorang pribadi/tokoh dalam Injil kepada siapa Saudara/saudari sangat tertarik. Mengapa pribadi/tokoh ini begitu vital bagi anda? Apa yang diceritakan Allah kepada anda melalui pribadi/tokoh ini? Bacalah lagi cerita-cerita dalam Injil mengenai pribadi/tokoh ini!
· Pada saat Saudara/saudari membaca koran/majalah atau memirsa berita dalam televisi, menurut anda siapa saja yang menjadi ‘Santo atau Santa’ (hidup) di zaman modern yang ‘edan’ ini, yang terus berupaya menepati Injil dan membawa harapan bagi dunia?
· Setiap saat Saudara/saudari mempraktekkan Sabda Allah, maka anda menceritakan kembali cerita Yesus. Karanglah sebuah cerita (dalam pikiran atau ditulis) dari kehidupan anda masing-masing selama beberapa hari terakhir yang merupakan ‘kabar baik’. Bagaimana anda telah menjadi ‘kabar baik’ bagi orang-orang di sekelilingmu?
· Baca dan renungkanlah Mat 25:31-46.
Catatan: Selagi Saudara/saudari membaca cerita-cerita tentang Santo Fransiskus, merenungkan atau berdoa sehubungan dengan nas-nas Kitab Suci/pokok-pokok yang diminta di atas, bayangkanlah bahwa ‘Si Kecil Miskin dari Assisi’ itu hadir di dekat anda. Dia tersenyum. Senyum dari seseorang yang memandang dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling rendah, namun yang merasakan dirinya secara lengkap diliputi oleh cintakasih Allah. Orang ini berkata kepada anda, “Kenalilah cintakasih Allah bagimu dan tepatilah Injil. Di atas segalanya, semoga Yesus memberikan kepada anda damai-Nya.”
Cilandak, 8 April 2010
*) Tulisan ini mengambil alih isi utama dari Memorandum Minister Persaudaraan OFS Santo Ludovikus IX (Sdr. Frans Indrapradja, OFS) No. Min/02/96 tanggal 19 September 1996 dengan judul yang sama. Sumber utama penulisan memorandum pada waktu itu adalah buku karangan Joseph M. Stoutzenberger & John D. Bohrer, PRAYING WITH FRANCIS OF ASSISI, Winona, Minnesota: Saint Mary’s Press – Christian Brothers Publications, 1989 (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia). Bahan ini dapat digunakan untuk para aspiran, setelah kepada mereka diperkenalkan riwayat hidup Santo Fransiskus dari Assisi.