Jakarta, 1 Maret 2013
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Banyak cerita tentang para kudus – termasuk cerita tentang Bapak Serafik kita, Santo Fransiskus – menunjukkan kuat-kuasa dari salib Yesus Kristus atas pola-pola dosa yang sudah sekian lama menjerat seorang pribadi. Kitab Suci berkali-kali mengatakan kepada kita bahwa kita akan mengalami kebebasan dari belenggu dosa apabila kita – dalam iman – menegaskan bahwa dalam Kristus sifat kita yang lama telah disalibkan. Santo Paulus menulis: “… kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa” (Rm 6:6). Dalam suratnya yang lain, orang kudus ini juga menulis: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal 2:19-20).
Selagi kita belajar untuk menjaga posisi ini dalam iman, kita mengalami suatu kebebasan yang jauh melampaui ekspektasi-ekspektasi kita sendiri. Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing: “Apakah aku mengenal dan apakah aku mengalami realitas bahwa aku telah disalibkan dengan Kristus? Dalam hati kita yang terdalam, Allah ingin menyatakan kebenaran ini kepada kita dan melalui pernyataan ini Dia mengubah hidup kita.
Selama masa Prapaskah ini, marilah kita menyediakan waktu yang cukup untuk merenungkan kebenaran-kebenaran yang indah ini. Dalam Kristus Yesus kita dibebaskan dari dosa. Melalui rahmat baptisan, kita diikutsertakan dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Dorongan untuk berdosa yang kita semua sudah kenal telah berhasil ditanggulangi sehingga tak berkutik lagi. Kita tidak perlu lagi hidup dalam keterikatan pada dosa, ketakutan atau kecemasan. Marilah sekarang kita perhatikan bagaimana hal ini dapat terjadi.
Iman kita kepada Yesus harus dipusatkan pada fakta bahwa kita dikasihi oleh Allah secara tanpa syarat dan lengkap. Masa Prapaskah memberikan suatu kesempatan istimewa untuk menerima kasih ini secara lebih mendalam. Selagi kita mengkontemplasikan penderitaan sengsara Yesus – semua penderitaan yang ditanggung-Nya bagi kita – kita mulai menyadari betapa dalamnya Dia mengasihi kita. Dalam ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya, dengan bebas dan penuh kemauan, Yesus menanggung hukuman yang sebenarnya pantas bagi kita.
Santo Paulus menulis: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2: 5-8). Ia diejek, diolok-olok, diludahi, dikutuk dan akhirnya dihukum mati – demi kita atau mungkin lebih tepat ...... untuk menggantikan kita.
Santo Fransiskus menulis: “Ada pun kehendak Bapa-Nya ialah supaya Putera-Nya yang terpuji dan mulia, yang telah diberikan-Nya kepada kita dan yang telah lahir bagi kita, mempersembahkan diri-Nya dengan penumpahan darah-Nya sendiri sebagai kurban dan persembahan di altar salib. Bukan bagi diri-Nya sendiri, yang oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, tetapi bagi dosa-dosa kita, sambil meninggalkan teladan bagi kita, agar kita mengikuti jejak-Nya” (2SurBerim 11-13).
Pada perjamuan terakhir, Yesus mengatakan kepada para murid-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Di bukit Kalvari Yesus menunjukkan kasih-Nya yang terdalam. Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” menulis: “Sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15). Singkat kata, Ia bebas dari segala macam dosa, kudus dan tanpa cela di hadapan Allah. Ia menanggung hukuman bukan karena kesalahan atau dosa-Nya. Dia menggantikan kita dan menanggung segala konsekuensi setiap dosa manusia. Dia menderita agar kita tidak perlu menderita. Kasih yang sedemikian mendalam seharusnya meluluhkan hati kita setiap kali kita memandang salib Kristus.
Allah ingin membuat kasih-Nya sebagai fondasi hidup kita dalam masa Prapaskah ini. Memeditasikan sengsara Yesus bukanlah dimaksudkan untuk memuliakan penderitaan, atau untuk memicu perasaan-perasaan sedih di dalam diri kita. Dengan menetapkan hati kita atas pengorbanan Yesus, kita membuka diri kita bagi sentuhan Roh Kudus. Kita memperkenankan Roh Kudus untuk meyakinkan kita secara lebih mendalam bahwa kita aman jika kita berakar dalam Kristus. Seperti ditulis oleh Santo Paulus, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm 8:32). Karena Yesus wafat di kayu salib bagi kita, maka kita telah dibebaskan dari dosa dan dibawa ke hadapan hadirat Allah, Ia yang telah mengasihi kita sejak kekal.
“SELAMAT MENJALANI MASA PRAPASKAH Tahun 2013 dengan penuh ketekunan!”
Salam persaudaraan,
DEWAN REDAKSI SITUS OFS INDONESIA
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Banyak cerita tentang para kudus – termasuk cerita tentang Bapak Serafik kita, Santo Fransiskus – menunjukkan kuat-kuasa dari salib Yesus Kristus atas pola-pola dosa yang sudah sekian lama menjerat seorang pribadi. Kitab Suci berkali-kali mengatakan kepada kita bahwa kita akan mengalami kebebasan dari belenggu dosa apabila kita – dalam iman – menegaskan bahwa dalam Kristus sifat kita yang lama telah disalibkan. Santo Paulus menulis: “… kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa” (Rm 6:6). Dalam suratnya yang lain, orang kudus ini juga menulis: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal 2:19-20).
Selagi kita belajar untuk menjaga posisi ini dalam iman, kita mengalami suatu kebebasan yang jauh melampaui ekspektasi-ekspektasi kita sendiri. Sekarang marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing: “Apakah aku mengenal dan apakah aku mengalami realitas bahwa aku telah disalibkan dengan Kristus? Dalam hati kita yang terdalam, Allah ingin menyatakan kebenaran ini kepada kita dan melalui pernyataan ini Dia mengubah hidup kita.
Selama masa Prapaskah ini, marilah kita menyediakan waktu yang cukup untuk merenungkan kebenaran-kebenaran yang indah ini. Dalam Kristus Yesus kita dibebaskan dari dosa. Melalui rahmat baptisan, kita diikutsertakan dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Dorongan untuk berdosa yang kita semua sudah kenal telah berhasil ditanggulangi sehingga tak berkutik lagi. Kita tidak perlu lagi hidup dalam keterikatan pada dosa, ketakutan atau kecemasan. Marilah sekarang kita perhatikan bagaimana hal ini dapat terjadi.
Iman kita kepada Yesus harus dipusatkan pada fakta bahwa kita dikasihi oleh Allah secara tanpa syarat dan lengkap. Masa Prapaskah memberikan suatu kesempatan istimewa untuk menerima kasih ini secara lebih mendalam. Selagi kita mengkontemplasikan penderitaan sengsara Yesus – semua penderitaan yang ditanggung-Nya bagi kita – kita mulai menyadari betapa dalamnya Dia mengasihi kita. Dalam ketaatan-Nya kepada Bapa-Nya, dengan bebas dan penuh kemauan, Yesus menanggung hukuman yang sebenarnya pantas bagi kita.
Santo Paulus menulis: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2: 5-8). Ia diejek, diolok-olok, diludahi, dikutuk dan akhirnya dihukum mati – demi kita atau mungkin lebih tepat ...... untuk menggantikan kita.
Santo Fransiskus menulis: “Ada pun kehendak Bapa-Nya ialah supaya Putera-Nya yang terpuji dan mulia, yang telah diberikan-Nya kepada kita dan yang telah lahir bagi kita, mempersembahkan diri-Nya dengan penumpahan darah-Nya sendiri sebagai kurban dan persembahan di altar salib. Bukan bagi diri-Nya sendiri, yang oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, tetapi bagi dosa-dosa kita, sambil meninggalkan teladan bagi kita, agar kita mengikuti jejak-Nya” (2SurBerim 11-13).
Pada perjamuan terakhir, Yesus mengatakan kepada para murid-Nya: “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada ini, yakni seseorang memberikan nyawanya demi sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Di bukit Kalvari Yesus menunjukkan kasih-Nya yang terdalam. Penulis “Surat kepada Orang Ibrani” menulis: “Sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15). Singkat kata, Ia bebas dari segala macam dosa, kudus dan tanpa cela di hadapan Allah. Ia menanggung hukuman bukan karena kesalahan atau dosa-Nya. Dia menggantikan kita dan menanggung segala konsekuensi setiap dosa manusia. Dia menderita agar kita tidak perlu menderita. Kasih yang sedemikian mendalam seharusnya meluluhkan hati kita setiap kali kita memandang salib Kristus.
Allah ingin membuat kasih-Nya sebagai fondasi hidup kita dalam masa Prapaskah ini. Memeditasikan sengsara Yesus bukanlah dimaksudkan untuk memuliakan penderitaan, atau untuk memicu perasaan-perasaan sedih di dalam diri kita. Dengan menetapkan hati kita atas pengorbanan Yesus, kita membuka diri kita bagi sentuhan Roh Kudus. Kita memperkenankan Roh Kudus untuk meyakinkan kita secara lebih mendalam bahwa kita aman jika kita berakar dalam Kristus. Seperti ditulis oleh Santo Paulus, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Rm 8:32). Karena Yesus wafat di kayu salib bagi kita, maka kita telah dibebaskan dari dosa dan dibawa ke hadapan hadirat Allah, Ia yang telah mengasihi kita sejak kekal.
“SELAMAT MENJALANI MASA PRAPASKAH Tahun 2013 dengan penuh ketekunan!”
Salam persaudaraan,
DEWAN REDAKSI SITUS OFS INDONESIA