Peringatan: 31 Januari
Pada tanggal 31 Januari, Gereja memperingati Santo Yohanes Bosco, salah seorang kudus zaman modern dan pendiri tarekat religius. Yohanes Bosco dilahirkan di sebuah desa di Piedmont. Ketika berusia dua tahun, ayahnya yang adalah seorang petani miskin meninggal dunia, sehingga Yohanes dibesarkan oleh ibunya, Margareta, seorang perempuan yang saleh, anggota Ordo III (Sekular) Santo Fransiskus. Tidak diragukan juga, bahwa Yohanes Bosco sendiri pun kemudian bergabung dengan Ordo III itu.
Ketika berumur 16 tahun, Yohanes measuk seminari di Chieri. Pada waktu itu dia begitu miskin, sehingga kepala desa menyumbangkan sebuah topi, pastor paroki sepotong jubah, seorang warga paroki sepotomg baju jubah, dan seorang warga paroki lain sepasang sepatu. Setelah menjadi ditahbiskan sebagai diakon, Frater Yohanes belajar di seminari di Turino. Di sinilah, dengan izin para atasannya, Yohanes mulai mengumpulkan anak-anak terlantar dan miskin dari kota Turino.
Tidak lama setelah ditahbiskan sebagai imam praja pada bulan Juni 1841, Rm. Yohanes mendirikan sebuah tempat sekolah minggu dan pusat rekreasi untuk anak-anak lelaki di Turino. Ibunya menjadi pengurus rumah tangga dan ibunda oratorium itu, artinya ibunda semua anak-anak di situ. Dua buah oratorium lain menyusul didirikan olehnya di kota Turino. Pada waktu sang ibu meninggal dunia pada tahun 1856, ketiga oratorium itu mengakomodir 150 anak; ada 4 kelas bahasa Latin dan 4 bengkel, salah satunya mempunyai seperangkat mesin cetak. Ada 10 imam muda yang membantu karya kerasulan Rm. Yohanes Bosco. Rm. Yohanes juga banyak diminta untuk berkhotbah di mana-mana. Separuh dari malam harinya digunakan olehnya untuk menulis buku-buku populer untuk bacaan-bacaan yang baik.
Bapa pengakuan dan juga pembimbing rohani dari Rm. Yohanes adalah seorang imam praja saleh anggota Ordo III (sekular) Santo Fransiskus, Rm. Yosef Cafasso [1811-1860; Santo]. Sementara itu Rm. Yohanes pun memperoleh reputasi sebagai seorang suci juga. Banyak mukjizat yang terjadi, sebagian besar adalah penyembuhan, lewat dirinya. Lewat kebaikan hatinya, kesabarannya, simpatinya dan kuasa menakjubkan yang ada pada dirinya untuk membaca pikiran-pikiran anak-anak asuhannya, Rm. Yohanes mempunyai pengaruh mendalam ata diri anak-anak asuhannya itu. Kegiatannya mengasuh anak-anak dengan penuh semangat dan tanpa pemberian hukuman, menurut Pater Marion A. Habig OFM, merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipahami oleh para pendidik modern.
Pada tahun 1854 Rm. Yohanes Bosco mendirikan sebuah tarekat religius dengan nama Societas Sancti Francisci Salesii [SDB = Serikat Salesian don Bosco). Nama ini diambil guna menghormati Santo Fransiskus Sales [1567-1622]. Para anggota tarekat ini mengabdikan diri mereka bagi pendidikan anak-anak lelaki miskin. Tarekat religius ini berkembang dengan pesat. Selama sisa hidupnya, Rm. Yohanes Bosco sempat menyaksikan lebih dari 60 rumah tarekatnya tersebar di mana-mana. Sekarang SDB adalah salah satu tarekat religius laki-laki yang terbesar dalam Gereja.
Bersama S. Maria Mazzarello [+ 1881] Yohanes Bosco juga mendirikan sebuah tarekat para suster yang dinamakan Figlie di Maria Ausiliatrice [Suster-Suster Puteri Maria Penolong Umat Kristiani/Inggris: Daughters of St. Mary Auxiliatrix]. Dia juga mengorganisir orang-orang awam yang mendukung kedua tarekatnya. Karya besar terakhir adalah pembangunan Gereja Hati Kudus di Roma, suatu tugas yang dipercayakan kepadanya oleh Paus Pius IX [1846-1878], yang pada waktu itu dipandang sebagai sebuah proyek tanpa harapan. Rm. Yohanes Bosco, yang dikenal orang banyak sebagai orang kudus dan pembuat mukjizat, pergi kesana kemari mencari dana untuk pembangunan gereja di Italia itu. Karena keletihan, pada tanggal 31 Januari 1888 dia pun meninggal dunia. Pada waktu jenazahnya disemayamkan di gtereja Turino, 40.000 orang hadir melayat. Prosesi pemakamannya tidak ubahnya dengan prosesi kemenangan. Yohanes Bosco dikanonisasikan sebagai seorang santo oleh Paus Pius XI [1922-1939] pada tahun 1934. Pada kesempatan itu Sri Paus mengatakan: “Dalam kehidupannya, hal yang bersifat supernatural hampir menjadi natural, dan yang luarbiasa menjadi biasa”.
Yohanes Bosco mendidik seorang anak sebagai seorang pribadi yang utuh – tubuh dan jiwa yang bersatu. Dia percaya bahwa kasih Kristus dan iman kita dalam kasih itu harus meliputi segalanya yang kita lakukan – bekerja, belajar, bermain. Bagi Yohanes Bosco, menjadi seorang Kristiani merupakan upaya yang bersifat paripurna, bukan hanya sekali seminggu, pengalaman dalam Misa hari Minggu saja. Sebagai seorang Kristiani kita senantiasa harus berupaya mencari dan mendapatkan Allah dan Yesus dalam segala hal yang kita kerjakan, dan memperkenankan kasih ilahi memimpin kita.
Sumber penulisan: Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS; Leonard Foley OFM, Editor, SAINT OF THE DAY; dan Matthew Bunson, ENCYCLOPEDIA OF CATHOLIC HISTORY.
Cilandak, 31 Januari 2011
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS