Cilandak, 24 November 2013
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Hari ini Gereja (anda dan saya) merayakan HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA, suatu hari raya yang sangat penting dalam penanggalan Gereja, dengan bacaan Injil pada tahun C ini yang diambil dari Luk 23:35-43.
Pada akhir perjalanan hidup-Nya di dunia, di atas kepala-Nya mereka menulis kata-kata berikut ini: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” (Yoh 19:19). Sebenarnya ini hanyalah taktik politik, satu cara untuk membungkam suara-Nya yang menantang.
Sebenarnya berapa sih orang-orang yang menanggapi dengan serius tantangan Yesus ini? Berapa banyak sih orang yang waras sungguh berpikir bahwa Yesus adalah suatu ancaman bagi Kaisar Roma atau bagi tatanan kehidupan publik pada waktu itu? Ironi hari itu adalah bahwa Yesus memang adalah seorang raja, walaupun bukannya seperti yang dipahami oleh pikiran dunia.
Yesus sebagai raja sungguh bertolak-belakang dengan cara-cara atau jalan-jalan kehidupan para raja di dunia ini. Yesus tidak duduk di atas takhta kerajaan yang megah guna melambangkan kuasa-Nya, melainkan tergantung pada kayu salib, dan kelihatan terlalu lemah untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri dari kematian. Ia tidak mengenakan mahkota yang dihiasi dengan intan-berlian gemerlapan sebagai lambang kemenangan dan kekayaan, melainkan memakai mahkota duri. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan, tanpa keindahan, tanpa keagungan, pantas untuk dihina dan ditolak oleh manusia. “Raja” ini tidak mempunyai pasukan perang besar di bawah komando-Nya atau banyak abdi-dalem untuk melayani diri-Nya. Dia “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Raja-raja dunia memisahkan diri dari orang-orang biasa dan tidak diharapkan untuk memperlakukan orang-orang biasa setara dengan diri mereka. Sebaliknya, Yesus datang ke tengah semua orang sebagai saudara mereka, tinggal bersama mereka sebagai saudara, dan sekarang sekarat di atas kayu salib di tengah dua orang penjahat yang disalib juga.
Karya penebusan Yesus diperuntukkan bagi jutaan manusia, namun demikian pusat perhatian-Nya pada detik-detik terakhir hidup-Nya di dunia adalah seorang pribadi saja, yaitu penjahat yang bertobat yang dijanjikan-Nya masuk ke dalam Firdaus pada hari itu juga: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43).
Pemerintahan raja-raja dunia menunjukkan pentingnya arti cinta akan kekuasaan, sedangkan ciri-ciri Kerajaan Kristus adalah keadilan, damai-sejahtera dan sukacita dalam Roh Kudus.
Kita sungguh membutuhkan rahmat khusus untuk memahami bagaimana Dia yang diolok-olok sebagai Raja orang Yahudi pada kenyataannya adalah sang Raja Alam Semesta: Bagaimana kelemahan-kelemahan yang kelihatan ada pada orang yang sekarat ini pada kenyataannya adalah kuat-kuasa Allah yang memberikan hidup baru kepada dunia: bagaimana kebodohan orang Nazaret pada kenyataannya adalah sang Hikmat Allah sendiri yang mampu melihat melampaui pandangan mata sempit penuh akal-akalan hari ini, yaitu dengan mata kekal-abadi.
Menghormati Yesus Kristus sebagai Raja bukan sekadar ramai-ramai mengelu-elukan atau menyeraukan keras-keras nama-Nya sambil melambai-lambaikan bendera. Menghormati Yesus Kristus sebagai Raja berarti membuat komitmen untuk bekerja bagi dunia yang berkeadilan bagi semua orang, sebuah dunia di mana tidak akan ada lagi kekerasan yang memberikan hak bagi seseorang atau sekelompok orang untuk mendominir orang-orang lain atau kelompok-kelompok lain, sebuah dunia di mana ada pembagian yang adil kalau kita berbicara mengenai sumber-sumber daya alam; dunia di mana ada kesempatan bagi semua orang untuk bertumbuh dalam tubuh, pikiran dan roh. Hanya dalam sebuah masyarakat adil seperti itulah kita dapat menulis slogan: PEMERINTAHAN ALLAH OK DI SINI!
Buah pertama dari keadilan adalah semangat rekonsiliasi yang memampukan damai-sejahtera untuk bertumbuh: damai antara orang-orang, damai dengan lingkungan hidup, damai dalam kehidupan dan damai dengan Allah. Apabila damai-sejahtera bertumbuh, maka wajah-wajah pun akan cerah dengan sukacita. Dan sukacita pasti merupakan suatu antisipasi akan surga sendiri.
Pada akhir perjalanan Yesus di bumi, di atas kepala-Nya ada tulisan: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi”. Kita semua dipanggil agar perjalanan kita di dunia akan menulis kata-kata “keadilan”, “damai-sejahtera” dan “sukacita” di seluruh dunia. Dengan demikian kita dapat dengan tulus mengatakan “Yesus dari Nazaret, memang sungguh Raja Semesta!”
Salam persaudaraan,
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS
Saudari dan Saudara yang dikasihi Kristus,
Hari ini Gereja (anda dan saya) merayakan HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA, suatu hari raya yang sangat penting dalam penanggalan Gereja, dengan bacaan Injil pada tahun C ini yang diambil dari Luk 23:35-43.
Pada akhir perjalanan hidup-Nya di dunia, di atas kepala-Nya mereka menulis kata-kata berikut ini: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” (Yoh 19:19). Sebenarnya ini hanyalah taktik politik, satu cara untuk membungkam suara-Nya yang menantang.
Sebenarnya berapa sih orang-orang yang menanggapi dengan serius tantangan Yesus ini? Berapa banyak sih orang yang waras sungguh berpikir bahwa Yesus adalah suatu ancaman bagi Kaisar Roma atau bagi tatanan kehidupan publik pada waktu itu? Ironi hari itu adalah bahwa Yesus memang adalah seorang raja, walaupun bukannya seperti yang dipahami oleh pikiran dunia.
Yesus sebagai raja sungguh bertolak-belakang dengan cara-cara atau jalan-jalan kehidupan para raja di dunia ini. Yesus tidak duduk di atas takhta kerajaan yang megah guna melambangkan kuasa-Nya, melainkan tergantung pada kayu salib, dan kelihatan terlalu lemah untuk menyelamatkan diri-Nya sendiri dari kematian. Ia tidak mengenakan mahkota yang dihiasi dengan intan-berlian gemerlapan sebagai lambang kemenangan dan kekayaan, melainkan memakai mahkota duri. Sungguh sebuah pemandangan yang memilukan, tanpa keindahan, tanpa keagungan, pantas untuk dihina dan ditolak oleh manusia. “Raja” ini tidak mempunyai pasukan perang besar di bawah komando-Nya atau banyak abdi-dalem untuk melayani diri-Nya. Dia “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat 20:28). Raja-raja dunia memisahkan diri dari orang-orang biasa dan tidak diharapkan untuk memperlakukan orang-orang biasa setara dengan diri mereka. Sebaliknya, Yesus datang ke tengah semua orang sebagai saudara mereka, tinggal bersama mereka sebagai saudara, dan sekarang sekarat di atas kayu salib di tengah dua orang penjahat yang disalib juga.
Karya penebusan Yesus diperuntukkan bagi jutaan manusia, namun demikian pusat perhatian-Nya pada detik-detik terakhir hidup-Nya di dunia adalah seorang pribadi saja, yaitu penjahat yang bertobat yang dijanjikan-Nya masuk ke dalam Firdaus pada hari itu juga: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk 23:43).
Pemerintahan raja-raja dunia menunjukkan pentingnya arti cinta akan kekuasaan, sedangkan ciri-ciri Kerajaan Kristus adalah keadilan, damai-sejahtera dan sukacita dalam Roh Kudus.
Kita sungguh membutuhkan rahmat khusus untuk memahami bagaimana Dia yang diolok-olok sebagai Raja orang Yahudi pada kenyataannya adalah sang Raja Alam Semesta: Bagaimana kelemahan-kelemahan yang kelihatan ada pada orang yang sekarat ini pada kenyataannya adalah kuat-kuasa Allah yang memberikan hidup baru kepada dunia: bagaimana kebodohan orang Nazaret pada kenyataannya adalah sang Hikmat Allah sendiri yang mampu melihat melampaui pandangan mata sempit penuh akal-akalan hari ini, yaitu dengan mata kekal-abadi.
Menghormati Yesus Kristus sebagai Raja bukan sekadar ramai-ramai mengelu-elukan atau menyeraukan keras-keras nama-Nya sambil melambai-lambaikan bendera. Menghormati Yesus Kristus sebagai Raja berarti membuat komitmen untuk bekerja bagi dunia yang berkeadilan bagi semua orang, sebuah dunia di mana tidak akan ada lagi kekerasan yang memberikan hak bagi seseorang atau sekelompok orang untuk mendominir orang-orang lain atau kelompok-kelompok lain, sebuah dunia di mana ada pembagian yang adil kalau kita berbicara mengenai sumber-sumber daya alam; dunia di mana ada kesempatan bagi semua orang untuk bertumbuh dalam tubuh, pikiran dan roh. Hanya dalam sebuah masyarakat adil seperti itulah kita dapat menulis slogan: PEMERINTAHAN ALLAH OK DI SINI!
Buah pertama dari keadilan adalah semangat rekonsiliasi yang memampukan damai-sejahtera untuk bertumbuh: damai antara orang-orang, damai dengan lingkungan hidup, damai dalam kehidupan dan damai dengan Allah. Apabila damai-sejahtera bertumbuh, maka wajah-wajah pun akan cerah dengan sukacita. Dan sukacita pasti merupakan suatu antisipasi akan surga sendiri.
Pada akhir perjalanan Yesus di bumi, di atas kepala-Nya ada tulisan: “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi”. Kita semua dipanggil agar perjalanan kita di dunia akan menulis kata-kata “keadilan”, “damai-sejahtera” dan “sukacita” di seluruh dunia. Dengan demikian kita dapat dengan tulus mengatakan “Yesus dari Nazaret, memang sungguh Raja Semesta!”
Salam persaudaraan,
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS