KETAATAN FRANSISKUS PADA GEREJA KATOLIK
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS *)
Pada tahun 2009 ini kita merayakan ulang tahun ke-800 persetujuan lisan Paus Innocentius III atas propositum vitae Fransiskus dan beberapa saudaranya yang awal. Kita dapat mengatakan bahwa persetujuan lisan atas ‘peraturan hidup’ yang sangat sederhana ini menandakan permulaan resmi dari Ordo Saudara Dina. Peraturan hidup yang disetujui secara lisan ini kita sebut saja dengan nama ‘Anggaran Dasar Pertama’ .
SEKALI PERISTIWA DI ROMA
Adalah sebuah misteri sejarah bahwa kita hari ini tidak mempunyai teks asli dari ‘Anggaran Dasar Pertama’ ini dan para pakar juga tidak dapat menemukan dokumen tertulis apapun dari Kuria Kepausan yang mencatat adanya persetujuan lisan tersebut.[1] Diduga keras teks ‘Anggaran Dasar Pertama’ ini terdiri dari sejumlah bacaan alkitabiah yang telah menginspirasikan gerakan Fransiskan awal. Jejaknya mungkin masih bisa diketemukan dalam bab-bab paling awal dari ‘Anggaran Dasar Tanpa Bulla” (AngTBul) tahun 1221.
Pada waktu Fransiskus melihat bahwa Allah telah memberikan kepadanya sebelas orang saudara, maka ditulisnya secara singkat-sederhana bagi dirinya sendiri dan bagi para saudaranya, yang sudah ada dan yang akan datang, suatu ‘cara hidup dan anggaran dasar’ (Latin: regula), khususnya dengan menggunakan nas-nas Injil Suci, justru karena kesempurnaan Injil-lah satu-satunya yang sangat diinginkannya. Namun Fransiskus menambahkan beberapa hal lain, yang pada umumnya perlu untuk praktek hidup religius secara bersama. Kemudian dia berangkat ke Roma bersama dengan semua saudara tersebut, karena dia ingin sekali agar ‘cara hidup dan anggaran dasar’ yang telah disusunnya tersebut diteguhkan oleh Paus Innocentius III (lihat 1Cel 32).
Peristiwa ini adalah sebuah bukti bahwa Fransiskus – dengan demikian juga setiap saudara atau saudarinya – adalah seseorang yang setia-taat kepada Gereja dan pimpinannya. ‘Kisah Tiga Sahabat’ menceritakan peristiwa sangat penting ini sebagai berikut:
Begitulah terjadi bahwa Sri Paus mendekap Fransiskus dan memperteguh anggaran dasar yang ia tulis itu. Fransiskus juga diberi izin oleh Sri Paus untuk mewartakan pertobatan di mana saja; juga para saudara lain diberinya izin itu, asal saja mereka yang akan mewartakan pertobatan mendapat izin Fransiskus. Kemudian hari semuanya itu diperteguh oleh Sri Paus dalam suatu persidangan resmi.
Setelah semuanya itu dianugerahkan, bersyukurlah Fransiskus kepada Allah. Sambil berlutut dengan rendah hati dan khidmat Fransiskus menjanjikan ketaatan dan hormat kepada Sri Paus. Para saudara lain – atas perintah Sri Paus – menjanjikan ketaatan dan hormat kepada Fransiskus. Mereka mendapat berkat Imam Besar lalu mengunjungi makam para rasul (Petrus dan Paulus). Fransiskus serta kesebelas saudara lain diberi tonsura[2] sebagaimana diatur oleh kardinal yang disebut dimuka,[3] yang menghendaki keduabelas saudara itu menjadi rohaniwan (K3S 51-52).
Santo Bonaventura melukiskan peristiwa yang sama sebagai berikut:
Fransiskus menceritakan kepada Sri Paus sebuah cerita yang telah diterimanya dari Allah tentang seorang raja yang kaya-raya yang secara sukarela mengawini seorang perempuan yang miskin namun sangat cantik. Dari perkawinan dengan perempuan itu sang raja mendapat sejumlah anak lelaki. Anak-anak itu sangat menyerupai sang raja, sehingga mereka berhak untuk duduk makan bersamanya. Kemudian sebagai penjelasan Fransiskus menambahkan: “Tidak usah kuatir bahwa putera-putera dan pewaris-pewaris sang Raja-kekal akan mati kelaparan. Mereka telah dilahirkan dari seorang ibu miskin oleh kuasa Roh Kudus menurut rupa dan gambar Kristus Raja dan mereka akan diikuti oleh orang-orang lain yang akan dilahirkan dalam Ordo kami oleh semangat kemiskinan. Apabila Raja surgawi menjanjikan para pengikut-Nya sebuah kerajaan abadi, maka niscaya Dia tidak akan membiarkan mereka kekurangan benda-benda materiil yang dibagi-bagikan-Nya tanpa perbedaan, baik kepada orang baik maupun orang jahat.” Ketika Sri Paus mendengar cerita ini serta penjelasannya, beliau merasa takjub dan sadar tanpa keraguan sedikitpun, bahwa Kristus telah berbicara melalui Fransiskus. Tidak lama sebelumnya, beliau telah memperoleh penglihatan dari surga dan oleh inspirasi ilahi beliau sekarang memberi kesaksian bahwa semua akan dipenuhi dalam diri Fransiskus. Seperti digambarkan sendiri olehnya, beliau bermimpi di mana beliau melihat basilika Lateran yang mau roboh ditopang oleh seorang pengemis miskin dengan punggungnya. Beliau berkata: “Ini memang orangnya. Oleh kerjanya dan ajarannya, dia akan menegakkan Gereja Kristus,” Sebagai akibat penglihatannya ini Sri Paus dipenuhi dengan rasa hormat kepada Fransiskus dan memberi izin atas permohonannya tanpa syarat. Beliau selalu memandang Fransiskus secara istimewa, dan selagi memberikan izin lisan itu, beliau menjanjikan kuasa yang lebih besar kepada para saudara dina di masa depan. Beliau menyetujui peraturan hidup yang diajukan oleh Fransiskus dan para saudaranya. Kepada mereka beliau memberikan suatu misi untuk mengkhotbahkan pertobatan dan menganugerahkan tonsura kelrus kepada para awam di antara para pengikut Fransiskus, sehingga mereka dapat mengkhotbahkan firman Allah tanpa gangguan (LegMaj III:10; bdk. K3S 51).
KETAATAN KEPADA GEREJA DAN PIMPINANNYA[4]
Kesetiaan Fransiskus kepada Gereja adalah konsekuensi dari kesetiaannya kepada Tuhan Yesus Kristus: kesetiaan untuk mengikuti jejak-Nya. Fransiskus memilih bagi dirinya dan bagi Ordonya jalan ketaatan kepada Sri Paus dan kepada Gereja, sebagai jaminan atas keberadaan dia dan Ordonya dalam persekutuan dengan Kristus yang telah memberikan hidup-Nya sendiri bagi Gereja.[5]
Fransiskus tidak menyibukkan diri dengan kekurangan-kekurangan Gereja dan dosa-dosa para klerus karena imannya yang mendasar akan Alllah dan Kristus-Nya. Allah memimpinnya untuk menerima keselamatan di dalam Gereja. Dengan iman seperti seorang anak kecil, Fransiskus membuat dirinya tunduk kepada Sri Paus dan menjanjikan ketaatan kepadanya. Dengan begitu secara jelas Fransiskus menunjukkan bahwa persaudaraannya tetap berada di dalam Gereja.
Fransiskus samasekali tidak buta. Dia melihat kekurangan-kekurangan dan dekadensi yang sedang dialami Gereja pada zamannya. Namun imannya akan panggilan Injili memampukannya untuk melihat bahwa Gereja di atas bumi juga adalah Gereja para pendosa, Gereja dari orang-orang yang begitu manusiawi dan pada saat yang sama begitu lemah. Niat Fransiskus adalah untuk mematuhi secara teguh dan menghayati Injil yang disampaikan melalui Gereja dalam diri Sri Paus, para uskup dan imamnya.
Fransiskus tahu bahwa secara definitif dia telah dipanggil oleh Allah kepada cara hidup Injili, namun dia tidak mau memulainya tanpa berkat dan izin Gereja. Gereja memberikan kepada kita Injil, sedangkan Gereja sendiri menerima Injil itu dari Kristus. Hanya Gerejalah yang diberdayakan oleh-Nya untuk mengajar anak-anak-Nya mengenai makna sebenarnya dari Injil. Oleh karena itulah Fransiskus menjanjikan ketaatan-tanpa-syarat kepada Gereja dalam diri Sri Paus (Fransiskus menyebutnya Tuan Paus). Menurut Kajetan Esser OFM, inilah pertama kalinya dalam sejarah Gereja bahwa sebuah Ordo secara keseluruhan mengikat dirinya kepada Sri Paus dan menempatkan dirinya secara lengkap dan total di bawah kekuasaannya dalam segala hal.[6] Kemudian, dengan lebih berempati Kajetan Esser OFM juga memberikan alasan iman-tanpa-syarat Fransiskus kepada Gereja, seperti berikut: “Bunda Gereja yang kudus tidak membatasi dirinya untuk memberi dan memelihara hidup seorang manusia, tetapi juga membimbing dia dengan hirarkinya. Keyakinan ini memperkenankan kita mengklarifikasikan spontanitas Fransiskus dan ketaatan-tanpa-syarat-nya kepada Gereja.”[7]
Regula non bullata atau Anggaran Dasar Tanpa Bulla (1221). AngTBul bukanlah hasil karya seorang saudara dan sekaligus jadi dan rampung. Yang tertulis dalam AngTBul adalah hasil diskusi dan diskusi lagi, ditulis dan ditulis lagi, sepanjang kurun waktu yang dimulai pada tahun 1209 sampai tahun 1221. Perkembangan teks AngTBul yang bertahap itu telah dibuktikan oleh David Flood OFM dan banyak lagi pakar Fransiskan, dan pandangan mereka sudah banyak diterima sekarang. Kita memiliki bukti-bukti tentang pertumbuhan seperti itu pada tahun 1216, dalam sepucuk surat yang ditulis oleh Jacques de Vitry, seorang sahabat Ordo:
Sekali setahun, untuk manfaat yang besar bagi mereka, para anggota Ordo ini datang berkumpul di sebuah tempat yang telah ditentukan, untuk makan bersama dan untuk bersukacita dalam Tuhan. Berdasarkan nasihat orang-orang baik, mereka menyusun dan mengumumkan dengan resmi hukum-hukum suci, yang diteguhkan oleh Tuan Paus. Setelah itu, mereka berpencar lagi untuk selama satu tahun di seluruh Lombardia, Tuskania, Apulia dan Sisilia.[8]
Jadi, setiap kali berkumpul para saudara saling berbagi tentang pengalaman mereka masing-masing selama setahun terakhir. Sebagai hasil diskusi mereka disusunlah aturan-aturan hidup yang wajib diikuti oleh semua saudara. Selama musim dingin 1220-1221 Fransiskus menyediakan waktu khusus untuk menulis Peraturan Hidup, hasilnya adalah AngTBul. Disebut begitu karena peraturan hidup atau anggaran dasar ini tidak pernah memperoleh persetujuan oleh Kuria Roma: mungkin karena terlalu panjang atau karena absennya terminologi-terminologi yuridis yang tepat dalam teks anggaran dasar ini. Juga tidak ada bukti bahwa para saudara pernah menghadap ke Roma untuk memperoleh persetujuan atas anggaran dasar tahun 1221 ini.
Regula bullata atau Anggaran Dasar dengan Bulla (1223). Ada pandangan yang mengkritisi AngBul karena tidak mencerminkan niat awal Fransiskus. Orang kudus ini menulis visi-visinya dan inspirasi-inspirasinya perihal persaudaraannya dalam AngTBul, namun seperti diuraikan diatas, peraturan hidup tahun 1221 itu tidak pernah mendapatkan persetujuan dari Roma, artinya dari Gereja. Kemudian Kuria Roma menetapkan sebuah peraturan hidup baru yang bertentangan dengan semangat Fransiskus, hal mana menyebabkan si-kecil-miskin dari Assisi memprotesnya dalam Wasiat-nya. Ini adalah pandangan para pakar yang sangat dipengaruhi oleh pandangan Paul Sabatier, seorang Kristen-Protestan berkebangsaan Perancis.[9]
Namun demikian, kebanyakan pakar Fransiskan modern tidak mengikuti jalan pemikiran di atas. Para ahli seperti Manselli dan Kajetan Esser OFM telah menunjukkan bahwa orang yang berbicara dalam AngBul bukanlah seorang legislator, namun manusia spiritual Fransiskus. Dalam bagian-bagian penting AngBul kita akan melihat Fransiskus berbicara dengan menggunakan ‘kata ganti orang pertama tunggal’. Berikut ini beberapa contoh:
Mereka kunasihati dan kuajak, agar jangan menghina dan menghakimi orang-orang yang dilihatnya mengenakan pakaian yang halus dan berwarna-warni, menikmati makanan dan minuman yang enak-enak; tetapi lebih baik setiap orang menghakimi dan menghina dirinya sendiri (AngBul II:17).
Aku pun menganjurkan, menasihatkan dan mengajak saudara-saudaraku dalam Tuhan Yesus Kristus agar sewaktu bepergian di dunia, janganlah mereka berselisih, bertengkar mulut dan menghakimi orang lain (AngBul III:10).
Aku memerintahkan dengan keras kepada saudara-saudara, agar mereka dengan cara apa pun jangan menerima uang, dalam bentuk apa pun, baik secara pribadi maupun melalui seorang perantara (AngBul IV:1).
Dalam ketiga petikan AngBul ini dan banyak lagi yang lain, kita dapat melihat kehadiran riil Fransiskus. Dengan demikian kita dapat yakin tanpa keraguan bahwa kita sedang berada di hadapan sebuah dokumen spiritual yang mengungkapkan fundamental-fundamental kharisma Fransiskan.
AngTBul (1221) dan AngBul (1223) dan ketaatan kepada Gereja. Fransiskus mengawali peraturan hidupnya dengan suatu janji ketaatan kepada Gereja.
Saudara Fransiskus dan siapa pun yang akan menjadi kepala tarekat ini, harus berjanji untuk taat dan menaruh hormat kepada Sri Paus Innocentius serta para penggantinya (AngTBul Mukadimah:3).[10]
Saudara Fransiskus menjanjikan ketaatan dan hormat kepada Sri Paus Honorius serta para penggantinya yang sah menurut hukum Gereja dan kepada Gereja Roma (AngBul I:2).
Melihat kutipan dari Mukadimah AngTBul di atas, dapatlah disimpulkan bahwa ‘janji ketaatan kepada Gereja’ juga terdapat dalam Anggaran Dasar Pertama tahun 1209.[11]
ARTI KETAATAN KEPADA GEREJA BAGI FRANSISKUS
Konsekuensi pertobatannya. Langsung setelah pertobatannya, Fransiskus mengarahkan hidup dan kerjanya kepada pelayanan gerejawi dan untuk Gereja. Hal tersebut menandakan perubahan menentukan dalam kehidupannya. Iman Fransiskus kepada Gereja memimpin dia kepada pelayanan gerejawi dan keyakinan bahwa hanya Gerejalah yang dapat membimbingnya dalam panggilannya yang baru. Gereja adalah khasanah iman dan memiliki harta iman. Gereja telah menerima dari Kristus, baik misteri Allah maupun misteri keselamatan kita. Dengan demikian Fransiskus sungguh memahami misi Gereja dan dia menempatkan dirinya sebagai seorang pelayan gerejawi dalam iman-kepercayaan yang mutlak. Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Fransiskus guna memelihara iman adalah respek mendasar dan ketaatan kepada Gereja dalam pribadi Sri Paus dan para penggantinya (AngBul I).
Ketaatan kepada Gereja merupakan suatu unsur hakiki dan formal dalam kehidupan Fransiskus. Dalam Mukadimah AngTBul dia menunjukkan ketaatannya kepada Gereja sebagai persyaratan untuk menghayati Anggaran Dasar itu.
Arti Gereja bagi Fransiskus. Apa arti Gereja bagi Fransiskus? Dalam kenyataannya, kepada siapa sebenarnya dia menjanjikan ketaatan? Bagi Fransiskus, secara definitif Gereja bukanlah sebuah organisasi di mana semua pihak diikat secara erat, melainkan suatu organisme hidup dari mana kita membentuk suatu bagian yang intim dan hidup dalam dan melalui kebersatuan kita dengan Kristus. Bagian yang kita bentuk tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga memiliki Roh Kristus yang sama. Ketaatan kepada Gereja bagi Fransiskus merupakan masalah Roh, masalah iman, suatu bagian hakiki dari panggilan Injili.
Ketaatan yang diberikan Fransiskus kepada otoritas Gereja adalah ketaatan kepada otoritas Kristus dalam Gereja. Dalam iman yang mendalam, Fransiskus yakin bahwa Allah menggunakan instrumen-instrumen manusia untuk membuat kehendak-Nya diketahui. Otoritas Gereja melalui pribadi-pribadi yang konkrit adalah instrumen Allah dari tangan-tangan mereka umat menerima Injil. Oleh karena itu Fransiskus menulis dalam Wasiat-nya, “Semua teolog dan mereka yang menyampaikan firman ilahi yang mahasuci harus kita hormati dan kita segani sebagai orang yang menghidangkan kepada kita roh dan kehidupan” (Was 13).
Di bagian awal AngBul jelas kelihatan bahwa Fransiskus menjanjikan ketaatan kepada Gereja, karena dia memahami apa arti Gereja bagi hidup imannya secara pribadi. Pada bagian akhir AngBul, Fransiskus dengan lebih tegas lagi menggaris-bawahi pentingnya ketaatan kepada Gereja dalam semua hal sebagai suatu manifestasi cara hidup Injili (lihat AngBul XII:3-4). Kesetiaannya kepada Kristus yang berwujud dalam tindakan menepati Injil-Nya membawa dia kepada ‘ketaatan kepada Sri Paus di Roma’. Hal ini berarti bahwa para saudara dina yang telah berjanji untuk menepati cara hidup dan Anggaran Dasar membuat diri mereka tunduk kepada otoritas Gereja dan selalu berada di dalam Gereja yang sama dalam suatu iman Katolik yang kuat:
Semua saudara haruslah katolik, hidup dan berbicara secara katolik. Jika seseorang menyimpang dari iman dan cara hidup katolik, dengan perkataan atau perbuatan, dan tidak memperbaiki dirinya, maka ia harus dikeluarkan sama sekali dari persaudaraan kita. Semua rohaniwan dan biarawan haruslah kita pandang sebagai tuan-tuan kita dalam hal-hal yang menyangkut keselamatan jiwa dan yang tidak menyimpang dari tatacara tarekat kita; tahbisan dan jabatan serta pelayanan mereka haruslah kita hormati di dalam Tuhan (AngTBul XIX:1-3; lihat juga AngBul XII:3).
Alasan dari ketaatan Fransiskus yang tanpa-syarat kepada Gereja tidak hanya bersifat historis, namun pada hakekatnya merupakan suatu konsekuensi dari iman dan ketaatannya kepada Allah. Di sini ketaatan dapat diartikan sebagai tanggapan dalam-iman terhadap karunia dari Allah. Ketaatan Fransiskus bukanlah sebuah masalah persyaratan yuridis. Ketaatan baginya adalah kata lain (sinonim) dari iman katolik.
Ketaatan kepada Gereja Katolik merupakan suatu konsekuensi kehidupan religius Fransiskus. Profesi religius adalah sebuah kontrak yang dibuat oleh seorang saudara-dina dengan Kristus, kontrak mana mengandung suatu kewajiban serius di hadapan Allah dan Gereja. Ketaatan kepada Gereja adalah konfirmasi hidup sang saudara-dina sebagai seorang religius. Hal itu berarti ketaatan dalam-iman kepada Kristus yang miskin dan murni, sebuah janji suci yang dibuat bagi Allah dalam Gereja untuk mengabdikan dirinya secara total dengan hidup secara intim dengan Dia seturut pola Injil Suci. Ketaatan kepada Gereja adalah suatu kewajiban moral dalam terang iman. Jadi merupakan suatu manifestasi konkrit dari suatu iman batiniah yang otentik.[12]
Kalau rumusan atau formula profesi berbicara tentang Anggaran Dasar seperti ‘ditegaskan oleh Tuan Paus Honorius’, maka hal itu tidak sekadar merupakan acuan yang bersifat historis kepada peristiwa di masa lampau sehubungan dengan konfirmasi dari Anggaran Dasar. Meski ada suatu acuan kepada sejarah, di dalamnya tersembunyi suatu kesaksian sejati tentang kenyataan, bahwa Gereja telah dan masih menjadi suatu faktor riil dalam kehidupan Fransiskus dan juga kehidupan para Fransiskan. Gerry Lobo OFM menulis, bahwa untuk memahami Anggaran Dasar tidak cukuplah sekadar untuk mempertimbangkan rahmat istimewa yang telah Allah berikan kepada Fransiskus, karena kita perlu memperhitungkan juga kehendak Gereja.[13]
CATATAN PENUTUP
Fransiskus memiliki keyakinan teguh bahwa dia menerima dari Allah sendiri panggilan kepada suatu cara hidup Injili: “Yang Mahatinggi sendiri mewahyukan kepadaku, bahwa aku harus hidup menurut pola Injil Suci” (Was 14). Ia tetap setia pada proyek awalnya ini, seperti kita dapat lihat dalam AngTBul, AngBul, Wasiat dan tulisan-tulisannya yang lain. Jadi tidak tepatlah (malah keliru) kalau ada yang mengatakan bahwa Gereja institusional melakukan modifikasi-modifikasi dalam semangat Injili Fransiskus yang awal. Sebaliknya, malah dapat dikatakan bahwa tulisan-tulisan orang kudus ini memperoleh tanggapan penuh pengertian dan dukungan dari Gereja. Kalau pun ada konflik, hal sedemikian tidak muncul dalam teks-teks tulisannya. Memang setelah kematian Fransiskus, tidak semua proyek awal yang dirancangnya dalam peraturan hidup survive secara utuh, namun hal ini ini disebabkan oleh evolusi internal dalam Ordo sendiri, dan bukan disebabkan oleh pengaruh (catatan: tekanan) dari Gereja institusional.[14]
Fransiskus berpegang teguh pada iman dalam kharismanya dan pada Gereja. Hal ini disebabkan karena bagi dia tidak pernah ada – dan tidak pernah akan ada – konflik serius antara apa yang dikehendaki Allah dari dirinya secara pribadi dan struktur-struktur fundamental dari Gereja.
Fransiskus mengetahui dari dekat situasi penuh dekadensi para klerus, kekuasaan sekular, kekayaan para prelat, dan kekristenan yang bersifat superfisial di tengah-tengah umat pada zamannya. Namun baginya, hal itu semua adalah bagian dari keberadaan Gereja. Visi Fransiskus tentang berbagai realitas tersebut jauh melampaui batas-batas yang biasa: di dalam ‘Bunda Gereja yang kudus’ Fransiskus menemukan kediaman/kehadiran Allah sendiri, tempat Injil Kristus, tempat Sakramen-sakramen, tempat sang Firman.[15]
Dalam ‘Salam kepada Santa Perawan Maria’, Fransiskus menyapa Maria sebagai ‘Perawan yang dijadikan Gereja’ (SalMar 1). Jadi, Perawan, Tuan Puteri dan Ratu Suci, yang ‘dipilih oleh Bapa surgawi dan dikuduskan oleh Dia, bersama dengan Putera-Nya dan Roh Kudus Penghibur’ adalah suatu tanda Gereja. Seperti Maria, ‘Gereja adalah juga ‘istana, kemah (tabernakel), rumah, pakaian (jubah) dan hamba- Allah’ (baca keseluruhan SalMar). Kalau Gereja adalah itu semua, apakah masih ada alasan bagi seorang anggotanya untuk tidak taat kepadanya? Fransiskus telah menunjukkan ketaatannya kepada Gereja secara sempurna. Kita sebagai anak-anak rohaninya juga harus begitu, tidak ada cara atau jalan lain.
Menghadapnya Fransiskus serta para saudara kepada Paus Innocentius III di Roma pada tahun 1209 guna memperoleh persetujuan atas ‘Anggaran Dasar Pertama’ persaudaraan mereka, merupakan suatu peristiwa penting yang menunjukkan ketaatannya kepada Gereja secara total. Semoga demikian jugalah sikap dan perilaku kita – para Fransiskan anggota Ordo I, II, III-regular dan III-sekular – terhadap Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Cilandak, 23 September 2009 (Peringatan Santo Padre Pio dari Pietrelcina)
*) Seorang Fransiskan sekular, tinggal di Cilandak, Jakarta Selatan.
[1] David Flood OFM & Thadée Matura OFM mengatakan bahwa Paus Innocentius III pada Konsili Lateran IV tahun 1215 memberikan approbatio (penerimaan dengan baik) atas Anggaran Dasar Pertama pada keadaannya waktu itu, seperti dijanjikannya pada tahun 1209 (disebut 1210), The Birth of a MOVEMENT, Chicago, Illinois: Franciscan Herald Press, 1975, hal. 12. Jadi ada perbedaan sedikit.
[2] Upacara pemangkasan rambut di ubun-ubun untuk membuat mereka yang menerimanya masuk ke dalam kalangan klerus.
[3] Kardinal Yohanes dari (biara) Paulus, Uskup dari Sabina.
[4] Bagian ini banyak memanfaatkan tulisan Gerry Lobo OFM, Franciscan Obedience – An Expression of Faith (Part II), dalam TAU-Review on Franciscanism, Vol. VIII, No. 2, June 1983, teristimewa hal. 46-49.
[5] A. Matanic, Adempire il Vangelo, Orizzonti Francescani 10, Roma: Ed. Francescane, 1967, hal. 50-51 seperti dikutip oleh Gerry Lobo OFM, hal. 46.
[6] Dalam The Marrow of the Gospel, dipetik dari Gerry Lobo OFM (1958), hal. 47.
[7] Kajetan Esser OFM, Temi Spirituali, Es. Biblioteca Francescana Milano: 1973, hal. 153 seperti dipetik dari Gerry Lobo OFM, hal. 47.
[8] Alfred Parambakathu OFMConv., The relevance of the Rule of St. Francis in Today’s world, dalam Franciscan Documentation-Journal in the Spirit of Assisi, Vol. 17, No. 67, 2008 No. 4, hal. 22.
[9] Biar bagaimana pun juga kita semua harus mengakui kenyataan bahwa Paul Sabatier banyak berjasa berkaitan dengan kebangkitan semangat baru dalam upaya para pakar Katolik untuk menyelidiki lebih mendalam lagi tulisan-tulisan Santo Fransiskus dari Assisi.
[10] AngTBul ini disusun tahun 1221. Paus pada waktu itu adalah Honorius III. Yang disebut dalam ‘Mukadimah’ ternyata Paus Innocentius, padahal beliau sudah meninggal, dan sejak 18 Juli 1216 diganti oleh Paus Honorius III. Hal ini merupakan indikasi bahwa ‘Mukadimah’ ini berasal dari masa sebelum 1221; mungkin merupakan bagian dari Anggaran Dasar Pertama 1209. Lihat catatan kaki no. 18 dalam, Leo Laba Ladjar OFM, Karya-karya Fransiskus dari Asisi, Jakarta: Sekafi, 2001, hal. 107.
[11] Gerry Lobo OFM, hal. 47.
[12] Lihat Gerry Lobo OFM, hal. 49.
[13] Ibid.
[14] Ulasan lebih mendalam tentang hal ini dapat dibaca dalam Thadée Matura OFM, Saint Francis and the Church, dalam TAU-Review on Franciscanism, Vol. VI No. 4, December 1981, 142-153.
[15] Thadée Matura, hal. 152.