Menyambut Roh Kudus agar dapat mendengarkan dan mengikuti sang Putera – itulah cara kita untuk sampai kepada Allah Tritunggal Mahakudus, yang tentang-Nya kita suka menggagap mengucapkan-Nya dalam ‘Pengakuan Iman’ kita. Kekristenan atau Kristianitas bukanlah serangkaian risalat teologis individual, yang bersifat saling independen satu sama lain, melainkan suatu perwahyuan yang bertalian secara logis, yang di dalamnya segala sesuatu cocok satu sama lain. Lagipula, sementara para mistikus Kristiani asli dapat mempunyai pengalaman-pengalaman awal yang berbeda-beda, perjalanan-perjalanan spiritual mereka selalu berakhir pada Trinitas, yang memberikan pencerahan kepada mereka tentang keseluruhan misteri penyelamatan. Fransiskus adalah seorang mistikus sedemikian, dan akan kelirulah apabila kita berpikir bahwa spiritualitasnya terbatas pada dimensi Kristologis saja [MH, hal. 55].
0 Comments
Rasa bersalah harus diatasi. Tentunya anda pernah mengalami seperti saya sendiri alami: tetap merasa bersalah, meskipun setelah keluar dari kamar pengakuan, artinya setelah menerima Sakramen Rekonsiliasi atau setelah memohon maaf kepada seorang sahabat karib. Anda tahu bahwa Allah telah mengampunimu, tetapi suara hatimu masih saja mengganggu. Anda tahu bahwa Allah tidak ingin melihat anda terikat oleh rasa bersalah dan malu, namun anda tak dapat mengusir perasaan negatif tersebut. Bagaimana anda membuat dirimu bebas? Santo Bonaventura merangkum dengan singkat kematian Fransiskus sebagai berikut: “O sungguh pengikut Kristus yang paling sempurna, yang selama hidupnya mau menyerupai Kristus dan waktu mendekati ajalnya mau menyerupai Kristus menjelang ajal-Nya dan setelah meninggal mau menyerupai Kristus yang telah wafat dan yang keinginan satu-satunya ialah mengikuti jejak Kristus dalam segala-galanya secara sempurna dan yang oleh karenanya patut menerima anugerah istimewa, yaitu bahwasanya persamaannya dengan Kristus diterakan secara lahiriah dalam tubuhnya!” (LegMaj XIV:4). Satu pokok pemikiran dalam pandangan Fransiskan yang seringkali mengagetkan sementara orang adalah sebagai berikut: Sabda Allah tidak menjadi manusia karena Adam dan Hawa berbuat dosa, melainkan karena sejak dari keabadian Allah menghendaki Kristus menjadi “karya ciptaan yang paling sempurna”, “contoh dan mahkota ciptaan serta kemanusiaan” … “tujuan yang mulia” (inilah yang dimaksudkan dengan predestinasi Kristus). Semua ciptaan menuju tujuan mulia tersebut Seandainya pun Adam dan Hawa tidak pernah berdosa, “Sabda tetap menjadi daging” … Yesus Kristus tetap datang ke dunia sebagai manusia. Yesus mengundang kita semua untuk mengikuti contoh-Nya dan menjadi murid-murid-Nya. Para rasul menanggapi undangan (dan sekaligus tantangan) Yesus ini; mereka pun menggabungkan diri dan memperkuat upaya-Nya guna membangun sebuah komunitas baru, komunitas yang memilih untuk menyembah Allah “dalam roh dan kebenaran”. Sekarang masalahnya adalah bagaimana kita dapat membayangkan suatu kehidupan sebagai murid-murid Yesus dalam sebuah dunia di mana kemajuan di bidang materi, kekuasaan dan nilai-nilai duniawi lainnya diproklamasikan sebagai “jalan” yang harus diikuti agar dapat meraih keberhasilan. Bagaimana caranya kita menyembah Bapa dalam “roh dan kebenaran”? Santo Bonaventura menulis yang berikut ini: Santo Fransiskus, mendesak semua orang terlebih-lebih kepada cinta kasih, memperingatkan mereka untuk saling menunjukkan – yang seorang kepada yang lain – keramah-tamahan dan persahabatan suatu kehidupan keluarga, “Aku berkeinginan,” katanya, “para saudaraku akan menunjukkan diri mereka sebagai anak-anak dari ibu yang sama” (2Cel 180) KETAATAN FRANSISKUS PADA GEREJA KATOLIK Bagi Santo Fransiskus dari Assisi, Santa Klara dari Assisi dan para pengikut mereka hidup doa bersifat sentral, karena komunikasi dengan Allah melalui doa memberikan kepada mereka pengalaman “menghidupkan kembali” atau “mempersatukan kembali” mereka dengan misteri-misteri Kristus, dengan demikian memberikan makna dan tujuan atas eksistensi dan kegiatan-kegiatan mereka. Penulis riwayat hidup Fransiskus yang pertama, Beato Thomas dari Celano, mengatakan bahwa Fransiskus bukan sekedar berdoa, tetapi sudah menjadi doa itu sendiri” (2Cel 95). Artinya doa bukan lagi merupakan sesuatu yang ia lakukan, melainkan sesuatu yang menjadi hidupnya sendiri. Doa begitu penting bagi Fransiskus karena bagi dirinya doa merupakan pengalaman dan pengungkapan iman yang sangat mendasar. Apa yang ia praktekkan, ia menganjurkannya kepada para saudaranya pula. KRISTUS YANG TERSALIB DAN SANTO FRANSISKUS *) |
Spiritualitas Fransiskan dan Spiritualitas OFSBerisi panduan bagi mereka yang tertarik dengan cara dan semangat hidup Fransiskus Archives
November 2013
Judul Artikel
All
|